Waktu gue masih ababil dulu, ada satu lelaki yang menurut gue adalah yang terbaik. Pokoknya, apapun yang terjadi, gue maunya nikah sama dia. Dia... apa ya? Katakanlah, sempurna di mata gue.
Dengan sabar, walaupun semua yang manis-manis udah lewat dan berlalu, gue nungguin lelaki itu dan membuang hampir 90 persen kemungkinan lainnya dalam kurun waktu 8 tahun. Sampai pada akhirnya lelaki tersebut tunangan.
Ada jeda dan ruang kosong di setiap hari gue setelahnya. Kayak, "Ya ampun, gue nggak bakalan nemu orang sekeren itu lagi" atau "Kesempatan gue buat bahagia ilang sudah". Berlebihan, ya. Tapi gue beneran nggak menemukan orang lain yang setara itu.
Sampai kemudian temen gue memberi saran untuk "iklasin aja. mending perbaiki diri" dan gue berusaha memperbaiki diri. Lalu datanglah yang lain, yang bahkan jauh lebih keren dari yang sebelumnya. Gue melatih diri untuk menjadi lebih baik, terus begitu. Walaupun di ujung cerita gue nggak bareng sama si keren ini, toh gue mendapati diri gue menjadi lebih baik.
Lalu datang lagi orang baru. Yang lebih, lebih, lebih dari yang sebelum-sebelumnya.
Hingga gue bertanya, kalau orang ini terbaik buat gue, apakah gue sudah bisa menjadi yang terbaik buat dia?
"Di Lauhul Mahfuz itu, sudah ditetapkan jodoh yang setara bagimu. Jadi setiap kamu naik tingkat dan memperbaiki diri, akan selalu ada kandidat. Percayalah, kamu akan mendapatkan yang terbaik dan setara. Jangan males meningkatkan kualitas" kata seorang teman.
Jadi, mari memperbaiki diri :)