Sudah beberapa tahun kebelakang ini gue kembali tinggal di salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung Barat. Lembang. Kebanyakan orang pasti mengasosiasikan tempat ini sebagai pusatnya rekreasi. Tiap ada temen yang dateng ke Bandung dan tahu gue bermukim di sana pasti berkomentar "Asik dong, itu kan tempat wisata."
Kalo "asik" didefinisikan sebagai "sampe bosen dateng ke tempat wisata dan enek liat macet", iya, hidup gue asik banget.
Tapi, terlepas dari gegap gempita hiruk pikuk kawasan wisata, Lembang cuma sebuah kecamatan kecil dengan orang-orang yang ramah dan akrab, bahkan di tempat umum. Ya, ada sih beberapa cabe-cabean dan terong-terongan yang terbilang outlier, tapi sedikit kok. Sisanya orang-orang desa yang sederhana dan baik hati.
Tadi pagi, gue menjadi saksi ke-baik hati-an orang-orang Lembang.
Selepas beli kue karena kebagian ngirim takjil ke masjid dekat rumah, gue naik angkot di dekat Grand Hotel Lembang. angkotnya cuma mengangkut, mungkin sekitar 5 orang, yang satu persatu berguguran di tengah jalan. Sisa gue doang. Di Eldorado, setelah penumpang terakhir selain gue turun, supir angkot merapatkan mobilnya ke sisi kiri jalan, ke dekat seorang nenek yang nampak berdiri kebingungan.
"Bade kamana, Mak?" Mau ke mana, nek, tanya pak Sopir. Beliau celingukan terus bilang, "Bade ka Padalarang, Jang". Ternyata beliau mau ke Padalarang. Kalo ke Padalarang, nggak ada angkot yang langsung. Dari Eldorado haru naik angkot stasiun (yang gue naiki) dan turun di Kebon Kawung, untuk kemudian naik angkot ke Padalarang. Atau naik kereta juga bisa. Tapi karena neneknya udah sepuh maksimal, gue pikir naik angkot lebih mudah, karena nggak usah nambah jalan lagi ke dalem stasiun.
Akhirnya nenek tersebut naik, dan mulai cerita kalo beliau datang mengunjungi anaknya, tapi anaknya ke Ciamis, ke tempat mertuanya, jadi beliau akhirnya memilih pulang. Sepanjang jalan, gue bisa melihat nenek itu menggenggam uang, kayaknya cuma seribu atau dua ribu rupiah, koin, dan tebakan gue, duit beliau cuma segitu-gitunya.
Tanpa gue duga, Pak Sopir bertanya lagi,
"Ai ka Padalarang ongkosna sabarahaeun Mak?" kalo ke Padalarang, ongkosnya berapa? Neneknya bingung dan menjawab berapa ribu gitu, nggak terlalu jelas. Tebakan gue mungkin sekitar 10 ribu kali ya.
"Dua puluh rebu cekap Mak?" Pak Sopir memberikan uang dia ribuan yang cukup banyak ke si nenek. Terus neneknya nagnis sambil bilang makasih dan mendoakan Pak Sopir angkot semoga beliau diberi rejeki yang berlimpah.
Di situ gue beneran nggak tahu lagi harus komentar apa. Se-terharu-itu, entah karena gue lagi PMS apa gimana kok rasanya terenyuh banget. Tadinya gue mau turun di terminal Ledeng dan ganti angkot, tapi gue tahan sampai ke Hegarmanah, biar uang yang didapet Pak Sopirnya lebih banyak.
Nggak lama, banyak yang naik angkot si Pak Sopir.
Semoga rejeki Bapak lancar terus ya :)