Ketika sabtu pagi gue sedang leyeh-leyeh di kasur, masuk sebuah chat dari Melawati dengan bunyi,
"Kosong nggak? Hari ini aku di Bandung."
Mengingat gue dan dia susah banget ngepas jadwalnya kayak pasangan ABG alay selisipan di sinetron Tersanjung, maka gue langsung iyain buat ketemuan dan maksi-maksi cantik sama Mela. Agenda pertemuan tersebut direncanakan akan dilaksanakan di Warung Kopi Purnama yang hits di kalangan anak muda kekinian. Nggak deng, gue nya aja yang kudet baru tahu ada lokasi keren begitu, padahal mah tempatnya udah ada dari jaman dulu.
Gue memutuskan untuk naik taksi online dari sebuah kedai kopi di Setaibudi, menjemput Mela di hotelnya yang terletak di Jalan Aceh, untuk kemudian bersama-sama pergi ke Purnama. Baru juga nempelin pantat di kursi, tahu-tahu serombongan orang datang dan berkerumun di meja outdoor, nggak jauh dari tempat gue dan Mela duduk.
Dari kejauhan gue kayak mengenali satu dari sekian banyak manusia dalam gerombolan tersebut.
"Mel, itu Kotip bukan sih?"
Kotip a.k.a. Mas Arip a.k.a Mas Ntip anak Ibu, terlihat berdiri bersama dengan Ibu-Ibu dan Mbak-Mbak, memakai batik, dan tentu saja, rapi jali.
"KOTIP!" Teriak gue bersemangat. Lha orangnya nggak denger, yang noleh malah waiter-nya.
Nggak lama, untungnya orangnya noleh. Terus, dia join sama kami.
"Ngapain?" Tanya Kotip, basa-basi busuk.
"Makan." Kata gue, menjawab asal.
"Bukan, maksud gue, ada urusan apa kalian kumpul berdua di sini?"
"Merencanakan kudeta." Kata gue, masih asal. Terus muka Kotip berubah asem, kayaknya udah males banget dot kom dengerin sampahan gue. Lalu dia duduk, dan ngobrollah kami di sana.
Percakapan tentu saja nggak jauh dari update kehidupan kami masing-masing, dan cerita tentang rekan-rekan sejawat yang sudah lama nggak kontak. Tentang bagaimana Kotip mengurusi air bersih se-Jawa Barat tapi kalo rapat pasti di Jakarta dan ngabisin waktu banget. Lalu Mela yang kerja di PT. MRT mulai iklan kalau nanti udah ada MRT, Kotip nggak perlu kelelahan naik kereta lama-lama. Gue? Yaaa... masih menceritakan kampus dan orang-orang yang ada di sana. Tentang apa yang gue kerjakan. Apa yang gue alami. Apa yang gue rencanakan.
Kami membahas banyak hal; receh-receh, mimpi-mimpi, doa-doa. Kalau melihat ke belakang dan mengingat kami seperti apa dulu, dan membandingkan dengan sekarang, rasanya kayak... kaget ya. Tapi sebagian doa yang dulu pernah dipanjatkan, sebagian minat yang dulu pernah ditekuni, mulai terlihat titik terangnya di masa kini.
Nggak lama, Kotip lalu pamit pulang karena lelah dan mau cari tempat solat. Kami lalu berpisah, sambil saling menitip pesan,
"Kalo nanti ada kumpul-kumpul, kabarin ya."
Kadang, di tengah rutinitas ribet yang menyita energi, update kehidupan dengan teman-teman lama bisa menjadi salah satu penawar rasa gundah.