Dari sekian banyak hal yang gue senangi di dunia ini, menurut gue, jalan kaki adalah aktivitas yang paling menyenangkan, setelah nonton series dan baca, tentu.
Gue sering mendapatkan tatapan aneh yang merendahkan (wkwk bahasanya) tiap kali gue bilang gue suka jalan kaki, seakan-akan hal tersebut adalah sesuatu yang salah. Padahal, kalo dipikir-pikir, jalan kaki itu menyenangkan, lho. Ya, dengan syarat jalannya enak aja, sih.
Tiap kali ada masalah, gue punya kecenderungan untuk berjalan kaki lebih sering dari biasanya. Melewati trotoar-trotoar familiar buat sekedar berpikir apakah kondisinya masih sama dengan biasanya atau nggak. Berbelok ke rute-rute yang belum pernah dilewati buat tahu ujungnya bakalan membawa gue ke mana. Melihat interaksi manusia dengan sekitarnya, dengan makhluk hidup, dengan benda mati.
Pokoknya, jalan kaki membuat distraksi sekaligus memberi pencerahan buat gue.
Pada suatu hari di tahun 2011-2012, gue pernah... patah hati parah. Tiap hari gue jalan kaki, mulai dari jam 6 pagi sampai jam 8, melewati rute yang biasa gue lewati bersama dengan si rekan : jalan Jawa, Sumatra, muter sampai gedung BI, Salvation Army, Aceh, Banda, Saparua, Riau. Lalu rute lainnya: ITB, Ciwalk, Wastu, Unisba, Dago. Setidaknya, pikiran gue jernih.
Jumat kemarin, setelah nebeng sama Bunda dan turun di Dukomsel, gue tiba-tiba pengen makan ayam. Melipirlah gue makan di Superindo. Setengah sembilan malam, beres makan, dorongan akan jalan kaki meningkat. Mungkin karena sedang ada yang gue pikirkan dan susah untuk disampaikan. Maka gue putuskan untuk jalan kaki dari Superindo ke BIP.
Sepanjang jalan kaki, gue memerhatikan keramaian, bagaimana jalanan jadi tempat jualan, dan bagaimana orang-orang geletakan di trotoar, makan sambil ngobrol. Ada yang teriak-teriak, ada yang ketawa, ada yang bisik-bisik mesra. Nggak jauh dari situ, ada yang main skateboard. Hebring, saling menyemangati satu sama lain. Semua terasa hidup dan bergerak seiring, tanpa saling bertabrakan. Asyik.
Sampai di depan BIP gue naik angkot, duduk di pojokan seperti biasa, lalu menatap ke belakang, ke jalanan yang barusan gue lalui.
Ada rasa damai. Mungkin setelah jalan kaki, gue jadi lebih tenang. Mungkin jadi lebih cerah pikiran gue. Mungkin, setelah jalan, gue jadi bisa yakin kalau, sesungguhnya, semua akan baik-baik saja.
Gue akan baik-baik saja.