Tidak banyak yang bisa gue ingat dari setiap sekolah yang pernah gue datangi. Kurang lebih semuanya sama. Dan karena gue nggak suka sekolah, gue lebih senang untuk melupakannya saja.
Kalo disuruh untuk menceritakan yang paling berkesan, mungkin gue akan memilih SMP.
Luasnya nggak seberapa, tapi harus menampung banyak kepala. Akhirnya ada 2 sesi sekolah: pagi dan siang. Kelas 7 full siang, kelas 8 bergatian pagi-siang tiap 1 semester, dan kelas 9 full pagi. Kelas pagi dimulai jam 7 dan selesai jam 12. Kelas siang dimulai jam 1 dan selesai jam 6. Gedungnya jadul, banyak setannya. Udah nggak aneh tiap minggu ada aja yang kesurupan.
Teman-temannya akrab. Ini yang paling gue suka. Semua orang baik dan saling membantu. Ya ada aja sih yang menonjol sebagai geng gaul, tapi mereka se-baik-itu ke semua orang. Mungkin karena sekolah kami kecil, ya, jadi nggak ada ruang buat cari perkara.
Pun ketika belasan tahun kemudian kami kembali bergabung dalam grup whatsapp, keakraban itu masih terjalin. Beberapa rekan mengusulkan untuk membuat sesi jualan di weekend untuk membantu teman-teman terdampak pandemi yang kemudian dirumahkan dan akhirnya berputar haluan buka usaha. Atau yang memang dari awal sudah berprofesi sebagai wiraswasta dan kesulitan untuk memasarkan produk akibat kebijakan PSBB. Info penting, info lawak, semua berputar mengalir deras di grup. Semua saling kenal, semua saling nostalgia.
Gue sangat bersyukur mengenal mereka. Gue bersyukur sekolah di sana. Semoga pertemanan ini tetap terjalin sampai nggaaaaa tau kapan.
Banyak, sebetulnya.
Tapi ada salah seorang rekan yang gue kenal. Beliau begitu sederhana, padahal banyak sekali prestasinya. Saat suatu hari gue menawari beliau untuk mengisi sebuah acara, beliau pesan tidak usah tulis jabatannya. Malu. Bukan apa-apa, begitu katanya. Padahal, beliau bosnya.
Senang sekali ngobrol dengan siapa saja. Tukang-tukang dagang kaki lima kenal beliau. Bos-bos besar, kenal juga dengan beliau. Ilmunya boleh melangit, tapi hatinya tetap membumi.
(walaupun orangnya sebetulnya sering menyebalkan juga sih)
Melihat beliau yang tetap menjadi beliau yang apa adanya di tengah banyak prestasi tersebut, gue pikir, saat gue misalnya dapat kesempatan berkarir dengan keren seperti beliau, gue akan tetap mempertahan kesederhanaan tersebut.