Absurd Day Part 1 :Pertualangan Bersama Mang Angkot
19.25
Semua berawal dari janjian dengan Disti di BIP untuk menjenguk teman kita yang sakit di Andir. Gue berangkat dari rumah jam 9 pagi tanpa ada rasa penasaran dan curiga dalam hati. Tapi emang entah mengapa gue ngerasa super mager dua ribu lima belas buat melangkahkan kaki dari rumah. Mungkin karena malam sebelumnya gue demam dan feeling not-so-well akibat habis panas-panasan di the ranch siang harinya. Tapi karena udah janjian dan udah kangen sama temen gue, akhirnya berangkatlah dari rumah dengan mengucap bismillahirrahmanirrohim.
Singkat cerita kami sampai di sana jam 11 an dan jalan kaki dari tempat turun angkot. Dalam perjalanan itulah kami bertemu dengan Mas-Mas yang berbaju ala barongsai.
"Eh, itu barongsai capgomeh yang kemarin kata Ismi ya?" tanya Disti. Sehari sebelumya Ismi emang ngajakin anak-anak di grup buat nonton capgomeh di Cibadak. Kebetulan Andir dan Cibadak jaraknya bagaikan pacarku lima langkah. Memang dekat.
Jam 4 sore, kami pamit pulang. Dari TKP rumah temen, kami harus jalan membelah pasar demi mendapatkan angkot Caringin Dago yang akan membawa kami pulang. Rencananya habis dari rumah temen, Disti mau jalan sama Fida di Dago dan gue mau transaksi barter film sama Wita di KFC Merdeka. Kondisi jalan lumayan macet dan semrawut, membuat kami
Alangkah kagetnya kami berdua waktu melihat ada penutupan jalan di tempat kami biasa naik angkot. Maka bertanyalah gue ke Babeh Tukang Parkir.
"Pak, ini kenapa jalannya ditutup ya?"
\
"Ada pawai barongsai Neng. Pawainya belom beres jadi masih ditutup."
"Angkot Dago nggak bisa lewat dong ya Pak?"
"Iya Neng, itu pada lewat pasar semua."
Gue sama Disti mangap dulu, berpikir apakah kami bisa pulang dengan selamat. Enggak sih, ini berlebihan. Kami mencoba kembali menyusuri pasar untuk bertanya adakah angkot yang sudi ke Dago setelah penutupan jalan di sana dan di mari yang membuat pusing pala barbie.
Setelah bertanya pada beberapa angkot, akhirnya ada sebuah angkot berisi tiga orang Ibu dan abang angkot yang ketawa-tawa frustasi melihat kemacetan di depan dan penutupan jalan di sebelah kiri. Tanpa basa-basi Disti langsung tanya,
"Pak, ke Dago?"
"Hayu Neng, ini ke Dago kok." Kata si Ibu yang duduk di kursi depan, yang pada akhirnya turun beberapa menit kemudian bersama dua Ibu lainnya karena nggak sabar dengan kemacetan yang membentang. Katanya sih, Ibu-Ibu tersebut udah terjebak macet selama dua jam dan mulai menyerah pada nasib. Mereka memutuskan untuk jalan kaki.
Tadinya gue udah mau ngajak Disti jalan kaki, tapi khawatir betis langsung berkonde macem ototnya Ade Rai. Lagian, kalo kami jalan pun nyampenya bisa jadi satu jam. Satu jam sebelum azan subuh maksudnya. Maka dimulailah petualangan Dewi, Disti, dan Abang Angkot.
"Neng, wios lamun muter?" Tanya si Abangnya, yang kalo dalam bahasa Indonesia kira-kira artinya nggak apa-apa kan Mbak kalo muter dulu?
"Iye Pak nggak apa-apa, jalan-jalan di angkot aja kita mah Pak." Kata gue dan Disti. Akhirnya si Abang angkot beneran muter sampai ke tempat yang gue bahkan nggak tau itu di mana. Sebagai pengguna setia angkot yang selalu ditanyai rute dari tiap trayek angkot, gue merasa gagal karena nggak tau daerah. Abang angkot mulai kebingungan karena jalan macet dan ditutup di sana-sini. Sampai kami melihat ada jalan cukup besar dengan deretan toko di pinggirnya.
"Te-ru-san Pa-sir Ko-ja."
Terusan Pasir Koja.
Sekalian aja masuk tol Bang, kita ke luar kota.
Setelah... mungkin setengah jam kemudian, muncul sebuah nama jalan yang gue kenal : PUNGKUR.
Nah ini deket terminal kalapa. Tenang lah udah sampe sini mah,
Pada akhirnya, jam 4.15 sore kami bernagkat dari Andir, jam 5.30 baru sampai merdeka. Abang angkotnya cuma narik ongkos lima ribu perorang, sama kayak ongkos normal. Super baik deh Abang. Semoga rejekinya banyak :")
Gue dan Disti berpisah di Merdeka. Disti ke BIP, dan gue ke KFC. Di sinilah keabsurdan lainnya terjadi.
0 komentar