Monologue

Sembari nungguin Mas-Mas yang mau nyetor bon sebelum gue bikinin rekapan dana risetnya, tetiba gue jadi ingin ngerekap apa yang sudah terjadi selama setahun terakhir. Yah, mumpung udah mau ganti tahun gitu.

Awal tahun ini dimulai ketika keriweuhan seminar dan sidang melanda. Mulai dari ngumpulin paper, bimbingan, seminar, sidang, sampe revisi dan akhirnya wisuda, semua berasa cepet banget. Pada akhirnya setelah berjuta-juta tahun lamanya, gue resmi jadi sarjana juga, nambahin dua huruf di belakang nama.

Habis itu petualangan mencari rejeki dimulai. Sebagai beban negara alias pengangguran budiman, gue berusaha mengais penghasilan dengan berbagai cara. Mulai dari ngelamar kerja, sampe ikut proyekan. Yang paling bertahan tentu saja di tempat yang sekarang, sebuah lembaga inovasi milik kampus yang membuat gue belajar segala macem hal dan bertemu ratusan ribu orang keren dari penjuru dunia. Ilmu TL gue cuma dipake 0.001 persen kali di sini. Sisanya gue beneran belajar keuangan, administrasi, cara ngelobi orang, dan sebagainya. Otak teknik gue dipake buat proyek lain di tempat lain, yang alhamdulillah menghasilkan duit juga.

Tahun ini gue bener-bener menjadi lebih fleksibel. Gue fit in di tempat gue berada, sambil mencari relasi dan koneksi, yang akan mengantarkan gue, Insya Allah ke jalan magister perencanaan wilayah dan kota. Gue berencana ngambil konsentrasi tentang bencana. Secara garis besar gue sudah tahu akan seperti apa kedepannya, dan walaupun jalan gue naik turun dan memutar di tahun ini, gue yakin ujungnya akan sama.

Kalo masalah cinta, ya udah lah ya, masih sama kayak kemarin-kemarin dan dulu-dulu, dan bertahun-tahun yang lalu. Masih sendiri, masih santai, dan masih haha-hihi. Walaupun sempat mengalami major hearthbreaking, tapi gue santai aja. Toh pada akhirnya, selalu ada hikmah dibalik semua cerita. #naon. Gue uga mulai dikenal-kenalin (baca : dijodohin) sama banyak orang. Oke-oke aja kan buat nambah temen? :)

Keismpulannya, tahun ini sangat hebring karena gue mengalami naik dan turun cukup ekstrim., dan kata kunci gue tahun ini : fleksibel. Semoga tahun depan lebih baik lagi.

Cheers!

Tinggal di Lembang yang katanya daerah wisata sungguh sangat menyenangkan. Kayak gue, misalnya. Mau ke De Ranch, Taman Begonia, Floating Market, tinggal jalan kaki. Pulang-pergi lewatin Imah Kopi. Mau beli oleh-oleh, tinggal melipir ke Sophia atau Jus dan Yoghurt beku. Mau makan hits tinggal ke Rumah Kayu.

Tapi, kalo lagi long weekend, gue dan ribuan masyarakat Lembang lainnya kepaksa jadi anak rumahan. Jalanan diajah wisatawan. Repotnya kalo ada perlu di jajaran tanggal merah kayak kemarin. Mau nggak mau mesti pergi keluar rumah, kejebak macet di jalan, dan kelelahan maksimal.

Semua berawal dari super-long-weekend tanggal 24-27 minggu ini. Tanggal 24 gue, Faza, Yara, Ismi, dan Uli janjian main ke rumah Maha. Karena ada tempat wisata hits baru bernama Farmhouse yang lagi ramai dikunjungi sejuta umat, gue pikir gue harus berangkat dua jam sebelum waktu janjian agar bisa datang tepat waktu. 

Maka berangkatlah gue jam setengah sembilan pagi , mengarungi jalanan Lembang yang bener aja, udah macet kemana-mana. Rumah-Farhmhouse yang biasa ditempuh 15 aja, tanggal 24 kemarin jadi satu jam lebih. Nyampe di terminal Ledeng jam 10 pagi, dan nyampe di rumah Maha (di Kircon) jam 11. Yang macet emang jalanan ke arah Lembang doang. Sisanya mah aman tenteram adil dan makmur.

Pulangnya, gue dari rumah Maha jam 3 sore. Nyampe terminal Ledeng jam 3.45. Pas gue naik angkot Lembang, mang angkotnya langsung nanya,

"Ke Lembang semua nggak Neng? Soalnya Mang mau lewat Cijengkol aja."

Cijengkol adalah jalur alternatif ke Lembang yang jalannya mendaki gunung lewati lembah. Sebenernya lewat Cijengkol akan memakan bahan bakar dan ngerusak kampas mobil. Tapi ya daripada macet belum tentu dua jam sampe, mending lewat jalur alternatif kan?

Pada akhirnya Mang angkot melewati jalan Cijengkol tersebut, yang saking sulit medan dan terpencil jalannya, gue sampe nggak tahu itu dimana. Sinyal handphone aja sampe nggak ada coba. Bingung nggak lo?

Dan gue sampe rumah jam 6 sore.

Lebih freak adalah tanggal 25 kemarin. Pas gue lewat jalan komplek, macetnya udah sampe ke dalem komplek. Gue cuma ketawa garing doang sambil bertekad nggak bakalan ngantor tanggal 31 nanti, atau gue terpaksa harus bangun tenda supaya bisa nginep di kantor.

Begitulah, sulitnya tinggal di tempat wisata. 

Nggak berasa 2015 udah hampir beres aja.

Akhir-akhir ini gue sedang mengalami lack of motivation. Mager ngantor. Tiap hari dateng diatas jam sembilan. Mungkin karena menjelang kontrak habis yang hawa-hawanya nggak bakalan diperpanjang lagi. Gue lagi sibuk membenahi diri, hati, dan otak buat siap-siap daftar beasiswa dan kuliah, jadi mungkin agak mager ngerjain kerjaan kantor. Bukan mager juga sih. Cuma kurang bergairah (berasa tiap ada kerjaan bergairah aja lu Wi)

Ah, iya, anyway, gue akan daftar LPDP dalam negeri buat S2 di ITB. Banyak yang nanya kenapa nggak sekalian aja S2 di luar? Bahkan dosen pembimbing TA gue mendukung gue kuliah di luar. Tapi, TOEFL gue kurang, sementara gue merasa segitu teh udah mentok maksimal. Selain itu gue pengen ngambil konsentrasi penanggulangan bencana berbasis masyarakat yang mana ilmu dan implementasinya bisa didapatkan di ITB. Jadi gue merasa ITB saja sudah cukup.

Selain itu gue mikir kalo tiba-tiba di tengah S2 mau nikah kan nggak ribet.

Iya, jadi nikah-nikahan lagi jadi topik hits banget di keluarga gue. Karena sekarang tinggal gue yang belum nikah, maka semua orang mendorong gue untuk bersegera. Iya, iya, sabar brother and sister. Gue belom punya calonnya. Nanti ya kalo udah ada juga nggak pake lama langsung cus.

Sekarang, gue akan bersiap-siap untuk segala hal di tahun yang baru, Semoga aja tahun depan lebih baik dari tahun ini. Aamiin.

Cheers!