Kalau membandingkan sesuatu, sebisa mungkin hal yang dibandingkan adalah sesuatu yang setara. Harus apple to apple, jangan apple to orange, begitu kata bos gue.
Perkara apel dan jeruk ini, kemudian menjadi sesuatu yang paling diingat diantara semua kolega gue di tempat kerja, dan menjadi guyonan tim tiap kali ada pekerjaan yang membutuhkan perbandingan.
Tidak hanya perkara kerjaan, sebetulnya. Prinsip tersebut mulai masuk ke kehidupan sehari-hari kami di tim. Termasuk gue.
Menahan diri untuk tidak membandingkan hidup kita dengan hidup orang lain, adalah satu tantangan tersendiri dari gue. Gue yakin, kita semua sudah familiar dengan "rumput tetangga jauh lebih hijau dari rumput sendiri", alias apa yang dimiliki orang lain selalu terlihat lebih menarik dari yang kita punya. Tetangga punya mobil bagus, kok rasanya iri, pas lihat diri ini cuma naik motor bebek. Teman sudah lulus kuliah duluan sementara kita masih ngerjain TA, kok rasanya iri. Saudara sudah menikah, sukses, punya anak lucu-lucu, kok rasanya iri.
Padahal, kalo dipikir-pikir, ngapain juga dibandingin, ya? Setiap orang punya linimasanya sendiri, dan membandingkan garis waktu kita dengan orang lain, tidak apple to apple. Itu apple to orange. Nggak sebanding. Setiap orang punya timeline-nya masing-masing, dan tentu saja, semua yang terjadi pada orang tersebut, sudah di waktu yang tepat.