Gue bukan ahli dalam bidang percintaan, tapi katanya orang-orang sih, seumur hidup kita cuma akan jatuh cinta satu kali.
Jatah itu sudah gue pakai, 14 tahun yang lalu.
Asli gue sampe bosan ceritain orang itu di blog ini. Maklum, umur blog ini aja nggak lebih tua dari pertama kali gue bertemu dengan dia. Abeng, begitu gue memanggilnya. Orangnya tidak mencolok secara fisik. Dia ganteng, tapi, saat gue sekolah dulu, cowok ganteng kayak dia bertebarann di seantero gedung. Nyari yang lebih ganteng? Banyak.
Tapi kalo yang kelakuannya sengklek kayak dia, ya mungkin cuma ada satu.
Mencintai Abeng tidak mudah, apa lagi kalau bukan karena dia terlalu berbeda dari yang lainnya. Terlalu ugal-ugalan. Terlalu keras kepala. Terlalu bodo amat. Terlalu egois. Berjuta kali gue berusaha meyakinkan orang-orang di sekitar kalau dia orang yang baik, mereka tetep mikir gue gila buat milih Abeng. Ada kali gue dicerca, dijauhin, dikatain terlalu memihak Abeng dan nggak mikirin temen-temen yang lain.
Mencintai Abeng mengajarkan gue banyak hal. Kalau menjadi diri sendiri sangat membebaskan. Kalau berpegang pada prinsip adalah segalanya. Kalau kita memandang sesuatu itu penting, kita akan memberikan usaha dan meluangkan waktu.
Kalau waktu yang tepat adalah segalanya.
Setelah Abeng, puluhan lelaki mondar-mandir dalam kehidupan gue. Mungkin gue merasa jatuh cinta lagi, walau tidak ada yang seheboh Abeng. Mungkin juga hanya naksir-naksir biasa, entahlah gue nggak bisa bedain. Pokoknya, gue bahagia-bahagia aja.
Dan kebahagiaan yang bersumber dari inner peace ini, merupakan salah satu hal paling membekas yang Abeng ajarkan pada gue.
Terima kasih!