Di kuliahan S2 ini, mahasiswa jurusan gue sudah diwajibkan untuk memutuskan konsentrasi mana yang akan dia ambil. Katakanlah, subjurusan yang paling dia minati. Setelah kita memutuskan, akan ada satu mata kuliah wajib yang berbeda-beda tiap subjurusan yang harus diambil.
Gue, karena dari awal memutuskan memilih prodi yang sekarang karena ada subjur perencanaan penanggulangan bencana, otomatis akan langsung memilih konsentrasi tersebut. Semester ini ada satu mata kuliah wajib, berjudul pengantar mitigasi dan perubahan iklim.
Kelas selalu sepi, lantaran dari 80 an manusia, yang milih konsentrasi ini cuma ebrenam. ditambah yang sit in sit in, paling banter isi kelas cuma bersepuluh. Sedari awal dosen ybs emang udah mengatakan ke kami kalau nggak akan ada UTS. Sebagai gantinya, akan ada tugas kelompok, simulasi perencanaan penanggulangan bencana, dimana kita bermain peran alias role playing, jadi stakeholders di sebuah kota.
Daaaannnn, hari tersebut tiba.
Tugasnya lumayan banyak. Lebih mirip studio, kalo kata Mbak Ninis. Jadi karena kami yang ambil kelas ada enam orang, kami dibagi ke dalam dua kelompok. Tiap kelompok membahas wilayah yang berbeda. Satu bahas tentang daerah pulau satu kota. Kebetulan gue dapet daerah kota dengan potensi tsunami dari seabed, zona subduksi, dan gunung api bwah laut.
Tiap orang di tiap kelompok main peran jadi 3 stakeholder. Ada yang dari dinas PU, dishub, bappeda, NGO, asosiasi pengusaha restoran, disdik, dll. Saking kami menghayati peran, Mas Hengki, salah seorang temen gue ngacung pas ditanya "Siapa yang kerja di PU?"
Padahal yang dimaksud dosennya yang beneran kerja di PU, bukan yang ceritanya jadi kelapa PU.
Pokoknya, banyak banget pengalaman baru yang gue dapet dari roleplaying ini. Satu pelajaran : ternyata, ngatur kota itu nggak gampang.
Cheers!