Bukan Dia
06.14
Nggak ada angin nggak ada hujan, Y, yang biasanya susah banget diajak main, mengundang tim riset untuk ngopi.
Sebagai manusia yang kerjaannya padat, ditambah sedang nesis dan dikejar-kejar harus sidang, adalah sebuah keajaiban alam Mbah dukun yang lagi ngobatin pasiennya, saat ada chat mampir dari Y, berbunyi,
"Kak, besok kosong? Ngopi yuk?"
Belom sempet gue tanggepin, ada chat lanjutan masuk.
"Aku ajak Mas Der juga kok, biar nggak disangka modusin Kak Dew."
Elah Sueb.
Lalu, tibalah hari kamis yang ditunggu-tunggu. Malam itu, selain Y dan gue, ada Deri, Idham, Pak Tri, dan Mas Ino. Y, sebagai pihak pengundang dan artis semalam, menceritakan kegalauannya tentang masa depan. Klasik, bagaimana cara berkarir di kantor baru (dia baru keterima CPNS dan ditempatkan di luar Jawa). Bagaimana cara membina hubungan dengan atasan. Bagaimana agar cepet dipindahin ke Jawa.
Bagaimana dengan pacar yang ditinggalkan, karena harus LDR?
Semua ngatain Y malam itu. Bukannya jadi semangat dan hilang galaunya, Y malah makin pusing, berujung doi ngomel pas pulang, karena masalahnya bukannya jadi selesai, malah tambah banyak.
Besokannya, Y chat gue. Intinya sih kurang lebih, melanjutkan kegalauannya saat nongkrong.
"Kak, kata Kakak, aku mendingan nikah dulu apa gimana Kak?"
Lho. Kan gue bingung ya. Elu yang mau merit ngapa nanyanya sama eug? Tanya tuh cewek lo. Kecuali mau nikahnya ama gue.
"Kamu sendiri gimana?"
Lha dia diem. Lalu menjawab,
"Aku sayang sih Kak sama dia."
"Tapi?"
"Ya nggak enak aja gitu. Kasian kan dia kalo dibawa hidup susah. Gaji CPNS berapa sih Kak. Nggak akan cukup lah. Kasian dia."
Gue ketawa. Sebuah alasan klasik, dengan satu jawaban yang sebetulnya, khalayak ramai sudah tau.
"Bukan dia orangnya." Kata gue, sambil nahan ketawa. "Karena kalo dia orangnya, lo bakalan cari jalan, bukan cari alasan."
Y diem, kayaknya mikir, bener juga petuah Kakak satu ini. Gue nggak bermaksud menggurui, gue cuma membantu dia untuk sedikit sadar.
Dan ya, Y sepakat.
"Jadi, aku harus gimana Kak?"
Nggak tahu. Karena terakhir kali gue menghadapi perkara kayak begini, gue menyerah pada keadaan dan mengikhlaskan semuanya. Karena ternyata, memang bukan gue orangnya.
0 komentar