Pulang

17.54

"Tau nggak, Dew, itu artinya apa? Itu artinya, lo udah tua!"

Setiap orang yang pernah ngobrolin soal umur sama gue pasti familiar dengan cerita tentang gue yang pernah dikatain tua sama seorang teman. Waktu itu, kami akan berangkat ke Banyuwangi mendampingi mahasiswa S2 yang akan studio. Biasanya, asisten dan dosen akan bergantian pergi ke lapangan. Ajaibnya, jadwal asisten dari 5 studio yang akan berangkat benar-benar sama: kami semua bisa pergi di awal minggu ke Banyuwangi dan kembali ke Bandung di tengah minggu.

Berhubung semua bisa barengan (cuma beda sehari aja pergi-pulangnya), mulailah kami cari-cari tempat hits yang bisa disambangi bareng-bareng di Banyuwangi. Ada pantai, gunung, cafe, sampai wisata kekinian lainnya. Saat sedang memilih itulah kami terlibat percakapan aneh tersebut.

Ada sebuah wisata air yang membutuhkan kostum tambahan alias baju renang. Gue sih oke-oke aja, tapi gue bilang "males bawa baju renang, berat." Saat itulah Dika, asisten studio sebelah ngatain gue "tua dasar". Yah, pada akhirnya kami semua cuma bisa kulineran dan sesi gosip malam membahas hal-hal yang lagi in, baik di lapangan maupun di kampus. Rencana naik ke Ijen pun batal karena ada perubahan jadwal, plus, orang yang ngatain gue tua, Dika, kecapekan dan sakit.

Namanya Dika.

Pertama kali kami kenal adalah hari pertama asisten studio kumpul untuk membereskan administrasi untuk ke lapangan. Menyusun proposal, membuat RAB, minta tanda tangan sana-sini. Ada 5 studio yang akan berangkat, 6 sebetulnya, dengan 1 studio dari jurusan sebelah. Karena beda tata usaha, maka cuma 5 studio ini saja yang ngurusnya berbarengan.

Waktu itu bokap gue baru beres operasi, jadi gue nggak terlalu ngikut obrolan di grup. Selewat-selewat aja. Sampai pada akhirnya ada kumpul, gue datang, dan pertama kalinya, gue kenalan sama asisten dari studio lain. Awalnya gue minder. Jiper. Takut nggak dianggep soalnya yang lain udah saling kenal, dan gue beneran orang asing. Maklum, itu pertama kalinya gue ngasisten di PL. Beda cerita memang kalo gue ngasisten di TL, toh udah kenal semua. Cuma ada Tessa dan Kak Echa yang gue kenal. Kak Echa kebetulan nggak datang hari itu. 

Begitu masuk ke tempat kumpul, baru ada beberapa orang, dan salah satunya Dika. Dika yang pertama nyapa, kemudian ngajak ngobrol panjang lebar. Ternyata dia S2 bareng sama Arti, temen gue pas S1 dulu, dan kami langsung ngobrol seakan udah kenal dari 20 tahun yang lalu. hari-hari selanjutnya kami makin sering ngobrol nggak penting plus cerita ini itu yang kadang, kalo dipikir-pikir receh banget. Tapi satu hal yang paling, paling gue suka dari Dika adalah, kemampuannya mencairkan suasana. Dia suka tanya, minta perbandingan kalo di PL kayak gini, dulu di TL gimana? Kalo di keilmuan PL gini, menurut sudut pandang gue yang ada dua, hal itu jadi gimana?

Lama sudah gue nggak ketemu Dika. Kapan ya, terakhir? Mungkin setahun yang lalu? Kabarnya dia keterima kerja dan pindah dari Bandung. Sesekali gue masih suka mantau ada yang update ada Dika-nya di medsos. Alhamdulillah kayaknya makin bahagia.

Sampai kemarin siang, gue melihat update IG nya Arti. Ada foto Dika di sana. Waktu baca post-nya, gue tahu ada kabar tidak baik di situ. Dika meninggal. Gue japri Arti, nanya kenapa. Katanya sakit mendadak, baru semingguan dirawat. Gue nangis sejadi-jadinya. Kenapa sih, tiap minggu ada aja hal yang bikin sedih?

Dari dulu gue paling nggak bisa menyikapi kabar duka. Gue tahu Dika orang baik. Gue tahu Dika Insya Allah sudah tenang dan bahagia. Gue tahu Dika tidak pergi. Dia dipanggil pulang

Tapi fakta tersebut tidak bisa membuat gue tidak menangis. 

Sampai jumpa lagi, Dika!

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images