Ouagadougou

09.01

Masuk maret. Taulah, kalo udah maret, rasanya gimana.

Gue selalu melankolis tiap masuk ke bulan ketiga. Tanggal 5. Tanggal 6. Tanggal 10. Tanggal 18. Selalu begitu rasanya. 

Sepuluh tahun yang lalu, setelah bulan tiga berjalan beberapa hari, gue membuka aplikasi ngobrol paling yahud kala itu: Yahoo Messenger. Udah paling gaya seantero jagat maya deh dulu kalo pake YM. Pas banget, hari itu, beliau, Abeng, online.

"Oh, hai, Ta." Kata gue.

"Hai Wi."

"Selamat ulang tahun ya." Gue melirik kalender, sudah lewat beberapa hari."

"Iya, makasih ya. Selamat ulang tahun juga buat bokap lo."

Si asbun bapa gua ulang taunnya bulan delapan woy.

"Oh iya, kakak lo maksudnya."

"Masih tengah bulan nanti."

"Iya gapapa lah ya."

"Iyeeee bebas. Pasti mo nraktir nih ye kan?"

"Boleh. Yuk."

"Yuk apa?"

"Ke Ougadougou."

"Ngapain?"

"Ditraktir."

"Eh, Ougadougou apaan?"

"Ih, ibukotanya Burkinafaso."

Kami menghabiskan waktu berbicara nirfaedah seperti biasa, dan ya, memang, dia ngangenin sekali.

-------------------------

Kami bertemu dalam kondisi yang ribet banget nggak ada dua. Banyak konflik, emosi nggak matang, dan tentu saja, kebingungan khas anak muda. Kadang gue suka mikir, apa jadinya ya kalau kami ketemu bertahun-tahun setelah itu? I made so many terrible mistakes that transform me into the person I am today. 

I wish I made those mistakes with someone else.

Bahkan saat kami mulai satu kampus, banyak kejadian nggak masuk akal berjalan. Mulai dari refleks neriakin di tengah jalan, dia naik sepeda miring kek mamak-mamak naek ojek saking gamau liat gue, bahkan sering sekali ada adegan pamer pasangan nggak perlu tiap kami papasan, walau pada akhirnya setelah jauh saling lirik diam-diam. Bahkan waktu kepergok kacamata kami sama persis bentuk-model-warna sampai ke motif di balik tangkai kacamatanya, kami sama-sama kaget terus melirik sinis. Padahal mah dipikir-pikir apaan sih orang pabriknya juga ga bikin sebiji doang.

Kalo sekarang liat ke jaman dulu, suka mikir, "Alay banget anjir apa-apaan".

Tapi emang satu hal yang membuat kami nempel adalah jokes nggak masuk akal yang kadang cuma kami yang paham. Juga banyak prinsip hidup dia yang kadang terlalu ekstrim, tapi, menurut gue, memang begitulah harusnya manusia bertindak: menyayangi dirinya sendiri, baru orang lain.

Ah tapi itu sudah.... kapan? 15 tahun yang lalu?

-------------------------

Katanya kita cuma akan jatuh cinta sekali seumur hidup. Iya, iya, gue tahu, udah dua juta kali gue bahas ini, dan iya, jawabannya jatah jatuh cinta gue udah kepake sama manusia ini. Bahkan enam tahun setelah dia menikah dan sekarang udah beranak pun, gue rasa, dia masih jadi tempat gue pulang di dalam otak.

Mungkin karena gue tahu, diantara dua ratus juta manusia Indonesia, cuma dia yang memberi dan mengambil seperlunya, menyayangi dan menyakiti seadanya, dan, dia menjadi tempat aman karena, gue tahu sejauh apa dia bisa jahat sama gue. 

Dari pada mengambil risiko, mending gue bertahan dengan bayangan dia di kepala gue. Mungkin gitu kira-kira.

Pertanyaannya: sampai kapan?

Sampai ada orang lain yang bisa menjawab semua celotehan random gue dengan kerandoman yang lebih parah.

Sampai ada orang lain yang bisa telponan nyuruh-nyuruh jawab cepet, nyumpahin rumah kebakaran.

Sampai ada orang lain yang bisa berantem tengah hari bolong dan pas diusir suruh pulang, beneran pulang ke rumah.

Sampai ada orang lain yang pake kemeja rapi tapi bawahannya jeans sobek-sobek dan dengan entengnya bilang, "Loh, kan kamu cuma bilang saya harus pake kemeja?"

Sampai ada orang lain yang lama nggak bales chat lalu bilang "Barusan lari ke depan komplek dulu, abis pulsa ngga bisa bales" di saat kondisi di luar hujan badai.

Sampai ada orang lain yang bilang, "Saya maunya sama kamu. Kamu baik."

-------------------------

Katanya kita cuma akan jatuh cinta sekali seumur hidup. 

Nggak sih. Sama Abeng, gue bolak balik jatuh cinta. 

Sampe hari ini aja kali ya. Besok udahan. 

Sesungguhnya mungkin gue jatuh cinta pada dua orang. Dengan cara yang berbeda, di waktu berjarak tiga belasan tahun, tapi alasannya kurang lebih setipe. 

Ya udah kaga ada yang lanjut juga wkwkwk. Ngapain bahas orang lain ini kan post nya didedikasikan buat Abeng.

Ini kenapa gua pake font italic sih, sok dramatis amat.

Baiklah.

Begitu.

-------------------------

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images