Nyari Kerja Setori : 2 In 1 (Part 1)
06.20
Karena seri dari Nyari Kerja Setori ini terlalu banyak, maka gue memutuskan untuk menghilangkan nomer dari judulnya.
Beberapa hari yang lalu Maha nge-share sebuah lowongan kerja konsultan di daerah Cimahi. Karena tertarik, maka gue mendaftarkan diri bersama Yara, Maha, dan Mbak Sila. Mbak Sila ini adalah anak S2, temannya Maha. Si empunya konsultan pengen wawancara kita dulu, katanya. Mungkin buat saling kenal kali ye? Kan ada yang bilang tak kenal maka tak sayang, tak kenalan maka tak kenalin, dan tak kenal maka tak....kenal #zonk.
Karena Maha dan Mbaksil masih ujian, maka dibuatlah waktu janjian hari jumat, disaat semua ujian udah kelar. Kami janjian sama Bapaknya di kantor konsultan, hari Jumat jam 9 pagi. Setelah mengirim CV dan scan ijasah, gue tinggal menunggu hari jumat untuk ke Cimahi dan bertemu Bapak Konsultan.
H-2, di saat gue lagi asik-asiknya nonton Game Of Throne, ada keinginan yang sangat kuat untuk ngecek hape, entah kenapa. Gue mendapati sbeuah SMS dan tiga buah miskol. TIGA. Dari sebuah nomer yang sama. Karena bingung harus ngapain, gue buka SMS dulu, ternyata dari Risa.
"Dew, minta nomernya Eris dong. Btw, kamu tau nggak kemarin Eris wawancara perusahaan air jam berapa?"
Perusahaan air yang Risa maksud adalah perusahaan air minum yang gue ceritakan pada postingan ini. Gue, Risa, dan Eris kebetulan mendaftar untuk posisi yang sama. Terakhir gue ketemu Risa, dia belum dapat panggilan untuk tes kemampuan teknis dan TPA sementara Eris udah sampai di tahap wawancara HR. Perasaan gue mengatakan Risa baru saja tes dan langsung dikasih jadwal interview.
Sembari memberikan nomer Eris, gue sempet ngobrol-ngobrol singkat sama Risa via SMS.
"Kalo nggak salah Eris sore wawancaranya. Eh apa pagi ya? Mungkin dihubungin sore, tapi wawancara pagi." Lalu Risa nanyain letak kantor perusahaan tersebut. Gue dengan senang hati memberikan petunjuk arah, supaya Risa nggak tersesat seperti apa yang terjadi pada gue dan Yara di masa lalu. Ternyata, Risa interview bareng dengan Ratna, salah satu teman seangkatan kami juga. Sepertinya sih Ratna juga masukin untuk posisi yang sama.
Setelah bales SMS Risa, gue melirik telpon nggak terangkat yang hampir gue lupakan. Nomor telepon rumah, dengan awalan 02225 sekian sekian. Perasaan gue mulai nggak enak. Ketika gue googling, bener aja. Itu nomer si perusahaan air. Mati lu Wi, kata gue dalam hati. Akhirnya tanpa pikir panjang, gue telpon balik, lima belas menit setelah gue nggak ngangkat telponnya.
Setelah nada sambung, muncul sebuah suara dari seberang sana.
"Selamat sore."
"Selamat sore Pak, saya Dewi. Mohon maaf barusan ada yang telpon saya, tapi tidak terangkat."
"Oooh iya Mbak sebentar ya."
Lalu gue mendengar Mas-Mas yang mengangkat telepon gue tadi manggil orang lain. Telepon berpindah.
"Selamat sore. Dewi ya?"
"Iya, Mas." Gue ragu manggil Mas atau Pak. Tapi dari suaranya, mungkin yang telpon gue masih Mas-Mas, walaupun sesungguhnya gue tau kalau suara bisa menipu. Gue pernah diceritain Anche ada telemarketer di kantor bapaknya yang suaranya kayak gadis remaja belia 20 tahunan, padahal umurnya udah nyaris 70. Sounds creepy, right?
"Ehm iya, jadi berdasarkan hasil tes tahap satu dan dua yang kemarin, Mbak dinyatakan lulus untuk tes tahap tiga, yaitu interview HR. Hari jumat jam 9 di kantor kami ya Mbak."
What? Jumat? Jam 9? Mati lu Wi.
"Eh, Mas, boleh minta reschedule nggak? Saya ada urusan di luar kota, mungkin baru bisa siang, Gimana?"
"Boleh Mbak, habis jumatan paling ya, sekitar jam setengah dua."
"Oke Mas, makasih. Selamat sore."
"Sore." Nyaris gue matiin telponnya sebelum Mas di sana ngomong panik setengah ngejerit. "EEEEHH MBAK MBAK MBAK TUNGGU MBAK."
Gue syok, kirain dia kejepit pintu dan minta dipanggilin ambulan. Telepon batal gue tutup.
"Mbak tau kantor kami kan?"
Hening sejenak. Gue pengen nangis dan curhat di tempat, menceritakan penderitaan gue dan Yara kesasar di belahan bumi lain, tapi gue urungkan niat tersebut.
"Tau Mas."
"Oh, ya." Hening lagi. Ini kenapa tetiba jadi awkward gini telpon. Sebelum makin aneh, gue memutuskan untuk mengakhiri telepon.
"MASEEEEE AKU DITELPON SURUH INTERVIEW HARI JUMAAAATTTT." Entah kenapa gue heboh banget ngabarin Eris soal interview ini. Gue yang tadinya udah putus asa, kembali mendapat harapan akan masa depan yang lebih cerah di perusahaan air ini.
"Tuh kaan!" Eris macem ngerasa menang lantara dari kemarin-kemarin dia bilang gue bakal diwawancara dan jadwal pemberitahuan hasil tes bakalan ngaret. Ujung-ujungnya kami malah jadi cerita-cerita soal interview dan pertanyaan-pertanyaan absurd yang muncul. Gue cuma ketawa-ketawa doang, membayangkan seperti apa jadinya hari jumat dengan dua interview disatukan dalam satu hari.
Karena Maha dan Mbaksil masih ujian, maka dibuatlah waktu janjian hari jumat, disaat semua ujian udah kelar. Kami janjian sama Bapaknya di kantor konsultan, hari Jumat jam 9 pagi. Setelah mengirim CV dan scan ijasah, gue tinggal menunggu hari jumat untuk ke Cimahi dan bertemu Bapak Konsultan.
H-2, di saat gue lagi asik-asiknya nonton Game Of Throne, ada keinginan yang sangat kuat untuk ngecek hape, entah kenapa. Gue mendapati sbeuah SMS dan tiga buah miskol. TIGA. Dari sebuah nomer yang sama. Karena bingung harus ngapain, gue buka SMS dulu, ternyata dari Risa.
"Dew, minta nomernya Eris dong. Btw, kamu tau nggak kemarin Eris wawancara perusahaan air jam berapa?"
Perusahaan air yang Risa maksud adalah perusahaan air minum yang gue ceritakan pada postingan ini. Gue, Risa, dan Eris kebetulan mendaftar untuk posisi yang sama. Terakhir gue ketemu Risa, dia belum dapat panggilan untuk tes kemampuan teknis dan TPA sementara Eris udah sampai di tahap wawancara HR. Perasaan gue mengatakan Risa baru saja tes dan langsung dikasih jadwal interview.
Sembari memberikan nomer Eris, gue sempet ngobrol-ngobrol singkat sama Risa via SMS.
"Kalo nggak salah Eris sore wawancaranya. Eh apa pagi ya? Mungkin dihubungin sore, tapi wawancara pagi." Lalu Risa nanyain letak kantor perusahaan tersebut. Gue dengan senang hati memberikan petunjuk arah, supaya Risa nggak tersesat seperti apa yang terjadi pada gue dan Yara di masa lalu. Ternyata, Risa interview bareng dengan Ratna, salah satu teman seangkatan kami juga. Sepertinya sih Ratna juga masukin untuk posisi yang sama.
Setelah bales SMS Risa, gue melirik telpon nggak terangkat yang hampir gue lupakan. Nomor telepon rumah, dengan awalan 02225 sekian sekian. Perasaan gue mulai nggak enak. Ketika gue googling, bener aja. Itu nomer si perusahaan air. Mati lu Wi, kata gue dalam hati. Akhirnya tanpa pikir panjang, gue telpon balik, lima belas menit setelah gue nggak ngangkat telponnya.
Setelah nada sambung, muncul sebuah suara dari seberang sana.
"Selamat sore."
"Selamat sore Pak, saya Dewi. Mohon maaf barusan ada yang telpon saya, tapi tidak terangkat."
"Oooh iya Mbak sebentar ya."
Lalu gue mendengar Mas-Mas yang mengangkat telepon gue tadi manggil orang lain. Telepon berpindah.
"Selamat sore. Dewi ya?"
"Iya, Mas." Gue ragu manggil Mas atau Pak. Tapi dari suaranya, mungkin yang telpon gue masih Mas-Mas, walaupun sesungguhnya gue tau kalau suara bisa menipu. Gue pernah diceritain Anche ada telemarketer di kantor bapaknya yang suaranya kayak gadis remaja belia 20 tahunan, padahal umurnya udah nyaris 70. Sounds creepy, right?
"Ehm iya, jadi berdasarkan hasil tes tahap satu dan dua yang kemarin, Mbak dinyatakan lulus untuk tes tahap tiga, yaitu interview HR. Hari jumat jam 9 di kantor kami ya Mbak."
What? Jumat? Jam 9? Mati lu Wi.
"Eh, Mas, boleh minta reschedule nggak? Saya ada urusan di luar kota, mungkin baru bisa siang, Gimana?"
"Boleh Mbak, habis jumatan paling ya, sekitar jam setengah dua."
"Oke Mas, makasih. Selamat sore."
"Sore." Nyaris gue matiin telponnya sebelum Mas di sana ngomong panik setengah ngejerit. "EEEEHH MBAK MBAK MBAK TUNGGU MBAK."
Gue syok, kirain dia kejepit pintu dan minta dipanggilin ambulan. Telepon batal gue tutup.
"Mbak tau kantor kami kan?"
Hening sejenak. Gue pengen nangis dan curhat di tempat, menceritakan penderitaan gue dan Yara kesasar di belahan bumi lain, tapi gue urungkan niat tersebut.
"Tau Mas."
"Oh, ya." Hening lagi. Ini kenapa tetiba jadi awkward gini telpon. Sebelum makin aneh, gue memutuskan untuk mengakhiri telepon.
"MASEEEEE AKU DITELPON SURUH INTERVIEW HARI JUMAAAATTTT." Entah kenapa gue heboh banget ngabarin Eris soal interview ini. Gue yang tadinya udah putus asa, kembali mendapat harapan akan masa depan yang lebih cerah di perusahaan air ini.
"Tuh kaan!" Eris macem ngerasa menang lantara dari kemarin-kemarin dia bilang gue bakal diwawancara dan jadwal pemberitahuan hasil tes bakalan ngaret. Ujung-ujungnya kami malah jadi cerita-cerita soal interview dan pertanyaan-pertanyaan absurd yang muncul. Gue cuma ketawa-ketawa doang, membayangkan seperti apa jadinya hari jumat dengan dua interview disatukan dalam satu hari.
0 komentar