Recap O'Clock

01.04

Waw sudah tanggal 20 Desember, saatnya untuk *drum rolls* 

RECAP!!!

*tepuk tangan maksa*

Oke, seperti biasa, setiap akhir tahun gue akan membuaat rekap singkat tentang perjalanan selama setahun kebelakang. Kali ini, gue sebetulnya bingung mau nulis apa, selain mengeluhkan episode depresi yang nggak kunjung berakhir dan diperparah oleh pandemi. Tapi baiklah, gue akan coba untuk menulis secara... urutan bulan saja.

Keriweuhan tahun ini dimulai dari akhir tahun lalu, sesungguhnya. Januari 2020, ada dua perhelatan besar yang diselenggarakan secara back to back alias barengan. Yang satu di Bandung-Jakarta, satunya lagi di Bali. Sakit kepala banget, sampe di level stres nggak bisa dibendung, nggak punya libur, anxiety dan rasanya tertekan banget tiap saat. I start smoking and drinking again. Tidak menyelesaikan masalah, tentu, malah nambah perkara. Acaranya secara keseluruhan sukses, dan pesertanya pada seneng. Mereka terus-menerus memuji panitia yang menurut mereka bener-bener menjamu tamunya dengan baik, dan memberikan suvenir yang sangat personal. 

Di acara ini, ya tentu saja, ada bumbu drama yang membuat gue sedih, juga ada yang membuat gue... tersipu-sipu. Ada seorang rekan yang oke menurut standar gue, dan dia menunjukkan ketertarikan pada gue. Sayang sekali kami nggak bisa apa-apa, karena kondisi yang tidak memungkinkan. Gue lupakan saja, walaupun beberapa kali dia sempat chat gue random, dan tidak bisa dipungkiri, hati gue jelas acak-acakan baca pesannya.

Januari itu juga awal-awal rumor ada wabah di Wuhan, dan sejujurnya kami juga mulai deg-degan. Kami ke Bali, yang eksposure terhadap turis mancanegara sangat besar. Ada kekhawatiran kami tertular wabah saat di sana. Apalagi waktu pulang, satu tim sakit semua. Mungkin karena kecapekan, dan sepertinya begitu. Februari masih kerja kayak biasa, lalu Maret, lockdown.

Rasanya bengek amat tiap baca berita pertambahan kasus gila-gilaan. Nggak bisa ke mana-mana, kerja dari rumah, bosen, panik, fatigue karena menatap latop terus-menerus. Berusaha berpikir positif, tapi nggak bisa. Masih harus bolak-balik ke RS karena babeh kontrol, jadi parno sendiri. Tapi lama-lama, nggak pergi adalah hal biasa. Kerja di rumah adalah hal biasa. 

Begitu terus, sampai akhirnya batas kerja dan istirahat blur. Rapat sampai malam, sampai weekend, kerjaan ga habis-habis, dan mulai terasa depresi. Ada saat-saat ngga tahu harus apa, dan cuma bisa nangis sesenggukan sendirian di kamar, kadang sampe ketiduran. Capek, butuh liburan. Buruh diam dan mencerna kehidupan ini jalannya gimana sih. Butuh saat sunyi tanpa ada apapun. 

Agustus mulai ada pertemuan offline, September mulai ada acara nginep, Oktober mulai ada survey luar kota, November mulai ada survey luar pulau. Orang-orang mulai beradaptasi. Gue masih takut, tapi sedikit-sedikit gue lawan. Sampai gue sadar, di suatu hari, gue jalan pagi dengan masker, gue merasa seperti kehabisan napas di tengah jalan. Mencoba jalan pelan-pelan, nggak masalah sih, sampe rumah juga dan nggak kenapa-kenapa. 

PTSD gue kambuh. Itu yang bisa simpulkan dari apa yang gue rasakan. 

Gue kembali ke obat-obat dan vitamin-vitamin yang menyokong hidup gue lima-enam tahun yang lalu, saat GERD, PTSD, dan teman-temannya datang. Gue tidak mau tergantung lagi pada mereka, tapi gue tahu, gue butuh bantuan. Secara umum, saat ini, gue membaik. 

Mungkin.

Entahlah, gue rasa gue masih butuh sendiri untuk beberapa waktu. Nggak ngapa-ngapain. Dan butuh bantuan preofesional, tentu. 

Masalah kerjaan, oh, ya, biasa saja. Nggak sebangsat tahun kemarin. Gue masih bisa lebih mengatur ritme dan yaaa, the good thing is I still have a job

Percintaan? Ya ada sih, beberapa yang terang-terangan mendekati. Mundur satu-persatu, dan ada juga yang tidak jelas. Mari lihat ujungnya gimana di tahun depan.

Secara umum tahun ini buruk, walau nggak lebih kampret dari tahun kemarin. Kalo gue kasih rating, 5/10 lah. 

Semoga membaik 2021!

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images