Panjang Umur Orang-Orang Baik
21.33Dua minggu terakhir adalah Waktu Indonesia Bagian Melankolis buat gue.
Rasanya banyak kesedihan entah apa yang datang dan pergi. Satu-satunya jalan adalah bekerja, melakukan sesuatu, sampai akhirnya gue lupa kalo lagi sedih dan nggak enak hati. Mungkin karena itu rasa sedihnya tetap tinggal lama. Padahal, gue adalah tipe orang yang senang untuk merayakan kesedihan: mengakui kalo sedih, supaya bisa cepat-cepat cari jalan keluar dan kembali stabil.
Tapi makin hari, kemampuan gue untuk memahami spektrum emosi yang muncul secara logis, berkurang. Akibatnya gue jadi sensitif, baperan.
Beruntung, selalu ada orang baik di sekitar gue.
---------
Masih keinget, 2019 pertengahan, gue lagi ancur-ancurnya. Ada masalah pribadi, ditambah masalah kerjaan, rasanya berantakan banget. Ada masa-masa gue tiap hari nangis, ampe mata bengkak. Ya paling dikira banyak kerjaan doang, soalnya gue masih ketawa-ketawa.
Seandainya orang-orang tau, gue selalu bawa tisu gulung di tas. Buat apa? Ya buat nangis.
Tiap pulang naik angkot, sebelum masker jadi sebuah kewajiban, gue selalu pake masker. Duduk di pojokan. Pulang maleman. Jadi yang gue lakukan di dalam angkot adalah pake masker, duduk mojok, nangis. Ke PVJ, duduk ditemenin Devina di deket bioskop, nangis ampe diliatin orang-orang. Jam 6 pagi ngegedor kosan Khonsa, minta ditemenin jalan ke Saraga, ke Baksil, muter di jembatan, lalu nangis. Curhat ke Yara sama Tika, ya nangis. Ke Tia sama Mbak Ninis, nangis. Mbak Ninis yang paham seperti apa permasalahan pribadi gue, ikut ngomel, tapi ditahan. Ke Anche doang kayanya ga nangis, tapi dia paham, di balik kaga nangisnya gue, ada sakit kepala berkepanjangan yang butuh disalurkan. Maka, pijat dan makanlah kami.
Keinget pada suatu hari mau ke The MAJ naik mobil ambu aja, cuma dari kampus ke The MAJ, nangis. Bahkan pas ada yang mau konsul tesis ke gue aja, gue masih sempet nungguin orangnya dateng, sambil nangis di tempat surabi. Gila.
Tiada hari tanpa menangis.
Lalu, yang paling membuat sedih adalah, orang yang membuat gue begini, bisa tenang pergi, tenang kerja, tenang jalan-jalan, tenang tidur, disaat gue, napas aja ngga napsu. Orang yang menimbulkan masalah pribadi gue bisa dengan ringannya menggantikan posisi gue dengan orang lain. Tiap gue berinisiatif untuk menyelesaikan perkara, yang ada gue dicap lebay dan membesar-besarkan masalah.
Sungguh, kalo kata Bang Haji Rhoma Irama,
Ter-la-lu.
----------
Orang-orang baik ini, tetap ada walaupun gue selalu mengulang cerita manis-pahit-getir gue yang itu-itu saja. Gue yakin mereka eneg. Mereka emosi. Mereka sebel kenapa gue yang biasanya ngaduk-ngaduk perasaan laki jadi diaduk-aduk ama laki gini. Muncul opini kalau gue kena pelet. (Sampe sekarang Anche masih mikir gitu)
Ah, tapi, bodo amat, sekarang gue udah lebih tenang dan senang. Gue jadi paham, mungkin gue sedang dalam kondisi sangat rentan pada saat itu, jadi gue mudah disetir. Sekarang, mudah-mudahan gue lebih.. bisa mengendalikan diri.
------------
Katanya, orang yang pernah susah, pernah mengalami sakit luar biasa, punya kecenderungan untuk menjadi baik. Cukup mereka aja yang merasakan susah, orang lain jangan. Lalu jadi mencoba membantu orang lain sebisa mungkin, karena tau rasa susahnya dulu.
Banyak orang baik di sekitar gue pada akhirnya membuat gue jadi ingin membantu orang lain, semampunya. Orang-orang baik ini menginspirasi gue, kalau, mungkin kita nggak paham rasa sakit yang dialami seseorang. Mungkin nggak pernah dalam hidup kita merasakan hal yang bahkan mendekati hal tersebut. Tapi setidaknya, mungkin ada sedikit hal kecil yang bisa kita berikan untuk meringankan beban mereka.
Kadang, "Berkabar aja kalo perlu apa-apa, kali-kali gue bisa bantu" sudah lebih dari cukup.
0 komentar