Peace

04.18

Seorang teman pernah berkata, kalo semakin tua, kita akan semakin lelah sama yang namanya dating stage. Di umur-umur tertentu, kita nggak lagi mencari sparks ala Marie Kondo waktu nyortir barang. Yang kita cari adalah ketenangan.

Gue melihat pola itu, bagaimana, semua yang wow dan menumbuhkan excitement akan pupus dengan cepat, tidak sebanding dengan upaya yang dibutuhkan untuk membangun hubungannya sendiri. Kalo upaya mempererat kedekatan berjalan dalam deret hitung, hilangnya kupu-kupu di perut mungkin mengikuti deret ukur alias woy cepet bangeet gila.

Sebetulnya bisa dibilang gue sudah mulai menyerah dengan keseruan-keseruan kencan anak muda. Pertama, orang-orang yang kesirep sama gue sejak hari pertama, paling banter cuma bertahan dua bulan. Kedua, gue males ngeladenin yang, kenal gue aja belom menyeluruh, udah seakan-akan jatuh hati kepati-pati (yang kalo gue iyain, tu lakik bakalan ilang juga setelah 2 bulan).

Semenjak insiden kampret tahun 2019, gue rasa, mungkin sudah saatnya gue pensiun.

------------

Dulu gue selalu berpikir, kalo sparks yang muncul antara 2 sejoli adalah tanda-tanda kebesaran Tuhan kalau mereka berjodoh dan pasti langgeng. Pasangan yang bisa mempertahankan sparks itu sepertinya beruntung sekali ya. Mereka akan happily ever after kayak di dongeng-dongeng. 

Tapi semakin lama, gue perhatikan, ketenangan lah yang bisa bikin hubungan langgeng.

Sejak saat itu, niat gue berubah jadi menemukan yang menenangkan.

------------

Seumur hidup, mungkin nggak banyak yang menghadirkan ketenangan pada gue. Rata-rata mereka menimbulkan euforia berlebihan. Kalau tanda-tanda tersebut muncul gue langsung punya feeling kalo, nggak bakal lama.

Akhir-akhir ini, gue merasakan hal tersebut, lagi

But question raised in my head: why such a chaotic evil person like him can bring peace to my life?

Gue merunut kenapa gue merasa damai dengan beliau ini, padahal, dia pecicilan. Receh. Suka bikin orang emosi. Digas rame-rame sama temen-temennya. Suka cari perkara, bahkan sama orang yang nggak dikenal. 

Tapi, sama beliau ini, gue bisa ngomong apa adanya tanpa takut salah. Tanpa takut opini gue bikin dia tersinggung. Tanpa takut upaya membereskan perkara malah melahirkan kericuhan baru. Ada prioritas yang harus dibereskan. Tahu bagaimana caranya menyusun prioritas. Tidak khawatir sama judgement dari netijen. Punya cara pandang tersendiri terhadap hidup. 

Punya prinsip. 

Ya, this is weird, but with him, I found peace.


You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images