Nyari Kerja Setori : Sales Syusyu
06.52
Jumat minggu kemarin pas lagi tiduran sambil maenan hape, iseng-iseng gue membuka handphone dan me-refresh email yang sinkron sama hape. Ternyata ada sbeuah email yang cukup... membuat sore gue kalang kabut. Sebuah email panggilan tes dari sebuah perusahaan susu terkemuka asal Belanda. Gue pun langsung menghubungi Yara, dan ternyata dia juga dapet undangan tes.
Lantaran disuruh konfirmasi via email tentang kesediaan mengikuti tes, gue pun duduk menghadap laptop sambil mikir mau bales apa. Dasar newbie, bales email konfirmasi aja mikirnya makan waktu dua abad. Selain karena bahasa inggris gue buruk, gue beneran nggak tau harus ngomong apa. Nggak asik kan kalo gue cuma bilang, "yes ma'am I'm coming". Jangan-jangan ntar orang HR nya bales lagi, "naon ai maneh gelo".
Senin pagi, gue janjian sama Yara buat ketemu di tempat tes, yaitu gedung MBA ITB yang ada di Jalan gelap Nyawang. Lantaran biasa beli balon kado wisuda di seberang gedung tersebut, gue sama Yara berasa preman daerah sana. Hapal bener. Jam delapan kurang gue sampe TKP, eh, ketemu sama Dodong juga. Ya udah, jadilah kami bertiga trio macan three musketers gaul pencari kerja.
Konon kabarnya, ruangan tes ada di lantai 5. Ekspektasi kami akan lift yang mewah cukup besar mengingat gedung yang kami datangi adalah gedung MBA. SBM gitu loh. Pasti fasilitasnya bagus deh. Begitu masuk kami cukup takjub denga bangunan yang bagus dan bersih. Yara celingukan cari tempat buat beli pulpen sama rautan pensil, sementara gue jelalatan cari WC. Dasar orang desa, selalu kebelet pipis begitu sampe di kota gara-gara kedinginan dan kelamaan di jalan. Beres urusan per-pulpen-an, akhirnya Dodong sama Yara nganterin gue ke WC.
Keluar dari WC, hal pertama yang kami cari adalah lift. Sayangnya, setelah mondar-mandir seperti seterikaan rusak, kami nggak menemukan satupun lift teronggok nyata di gedung tersebut. Bahkan kami melihat Bapak-Ibu yang nyeret-nyeret koper naik tangga. Tebakan kami, beliau-beliau adalah psikolog yang akan memberikan tes pada kami. Isi kopernya tentu saja alat tes. Tergopoh-gopoh si Bapak menaiki tangga sambil gendong koper. Mau bantuin, tapi bawa badan sendiri aja udah berat. Nggak bantuin, kasian Bapaknya. Seperti kata Nelly, Dillema.
Melihat si Bapak terus menyeret koper ke lantai atas, kami bertiga sepakat ngekor si Bapak. Kalo beliau aja nggak pake lift, kemungkinan emang nggak ada lift di gedung ini. Sampai di atas kami dipersilakan masuk, kemudian dibagi ke dalam dua kelompok, MT Sales dan MT Corporate. Di sinilah gue berpisah dengan Dodong dan Yara. Mereka MT Corporate, sementara gue MT Sales. Jadilah gue duduk sendirian di tengah keramaian. Sialnya gue salah milih tempat duduk dan berujung kedinginan (serta pengen pipis lagi). Samping kanan-kiri gue duduk Mas-Mas entah siapa. Karena masih pagi, mager, ngantuk, gue yang biasanya nggak bisa diem jadi malah cuma diem aja.
Kami diminta untuk mengisi biodata serta menempelkan foto plus menyertakan ijasah, transkrip, dan copy KTP bersama si biodata. Mas-Mas sebelah gue ternyata udah ngeprint dan nempel foto di biodata (yang emang sempet diisi online saat konfirmasi kehadiran via email). Dia juga sudah menggabungka semua syaratnya jadi satu dengan penjepit kertas. Sungguh well prepared. Coba lihat gue. Foto entah gue taro mana. Nggak bawa lem. Nggak bawa hekter. Nggak bawa penjepit kertas. Form nggak gue print. Ngisi tulisannya jelek. Dengan nggak tau malu gue minjem lem ke Mas-Mas samping kanan gue. Setelah berusaha keras membongkar isi tas sambil berdoa, gue berhasil menemukan sebuah penjepit kertas dari besi di dalam tas. Entah dari mana penjepit tersebut berasal, gue nggak peduli. Gue cuma bisa berucap alhamdulillah gue nggak keliatan malu-maluin amat di mata orang-orang.
Sambil nunggu tes yang nggak mulai-mulai, Mas-Mas sampig kiri gue ngajak kenalan dan ngajak gobrol. Namanya Anggi. Katanya lulus udah lumayan lama. Mungkin 2 tahunan yang lalu. Udah sempet kerja di perusahaan farmasi. Satu pertanyaan dia yang cukup bikin gue pengen mojok sambil nangis di bawah mata air pegunungan adalah,
"Oh baru lulus? Udah sempet kerja, atau... nikah?"
Sambil berkaca-kaca gue menjawab getir,
"Belum, Mas. Saya baru lulus bulan kemaren..."
"Oooh..." Dia manggut-manggut. Pas gue cerita, Yara ama Dodong ketawa-ketawa. Kata Yara muka gue muka emak-emak beranak dua. Sialan.
Akhirnya sesi presentasi perusahaan dimulai. Ibu-Ibu dari perusahaan menjelaskan tentang perusahaan dan tentang program MT yang akan kami jalani. Menarik juga. Selain gaji yang baik, tiap bulan bakalan dikasih susu 10 liter (untuk yang single) dan 20 liter (untuk yang berkeluarga). Nggak bakalan ada larangan menikah, nggak ada penahanan ijazah, nggak ada pinalti, Kalo beres MT mau pindah bagian karena merasa kura ng sreg, bisa, asal ada posisi kosong yang bisa dimasuki. Pokoknya baik bener deh perusahaan ini. Bahkan pas tes ada yang pindah dari MT Corporate ke MT Sales.
Bagian yang cukup nggak menyenangkan adalah perusahaan ini cuma akan ngambil 5 orang untuk MT corporate dan 15 orang untuk MT sales....dari seluruh Indonesia.
Sound effect : suara petir sinetron jaman dulu.
Setelah penjelasan, kami dikasih konsumsi, lalu tes dimulai. Jumlah peserta yang ikut tes sekitar 90 an orang. 40 an di MT Corporate, dan 50 an di MT sales.
Tes pertama tentang logika, lalu kraeplin (jumlahin angka dari bawah ke atas, sejenis tes pauli tapi beda cara ngerjainnya) setelah itu gambar orang. Beres tes, kami istirahat, dan kembali satu setengah jam kemudian untuk melihat pengumuman, karena sistem yang digunakan adalah sistem gugur. Pas istirahat ini kami dapet makan lagi. Udah nggak paham deh gue, kerjaannya makan melulu. Jam setengah dua siang pengumuman peserta yang lolos. Gue, Yara, Dodong, alhamdulillah lolos. Lanut deh kami ke tahap selanjutnya.
Tahap selanjutnya adalah FGD alias focus group discussion. Ini seru abis. Kami duduk berkelompok, isinya sekitar 7-8 orang. Ada 4 kelompok kalo nggak salah. Berarti dari 90-an itu sisanya tinggal 30 an orang. Kami diminta untuk berdiskusi dan menyelesaikan permasalahan bersama. Kelompok gue seru dan nggak ada yang berusaha menjatuhkan. Gue paling suka ketika Gina, seorang teman kelompok gue mengambil inisiatif untuk menjadi semacam moderator. Ketika ada yang belum ngasih pendapat, sama dia diajak buat berpendapat. Dengan begitu semuanya kebagian ngomong.
Sesi diskusi dibagi menjadi 3 bagian. 10 menit awal kami membaca permasalahan yang akan didiskusikan. 10 menit kedua diskusi dengan bahasa indonesia. 10 menit terakhir diskusi pake bahasa inggrs. Kami ceritanya jadi anggota dewan parlemen negara Samoa yang mempunyai kelebihan dana 10 juta dan nggak tau dananya mau dipake buat apa. Seru banget karena ada pembahasan tentang mitigasi bencana. Jelas gue berapi-api.
Beres sesi diskusi, kami nunggu sekitar setengah jam lebih, karena lagi-lagi diterapkan sistem gugur. Gue sama Yara lolos ke tahap wawancara. Sayangnya Dodong gugur. Sambil nunggu giliran diwawancara kami ngisi wartegg tes, gambar pohon, dan ngisi tes tes tentang kelemahan-kelebihan diri. Jam empat kurang, gue dipanggil untuk wawancara.
Ini pertama kalinya gue wawancara kerja, tapi untungnya yang wawancara gue orangnya baik dan asyik banget. Gue malah jadi ngerumpi sama beliau. Pertanyaannya standar, kayak pengalaman organisasi, kuliah, kenapa milih jurusan itu, kenapa daftar MT sales, dan sebagainya. Di tengah-tengan sesi wawancara beliau nanya,
"Kamu anaknya susah fokus?"
"Iya."
"Kayak apa tuh misalnya?"
"Tadi saya lagi ngerjain tes itungan kraeplin Bu, terus saya sambil ngitung mikirin yang lain."
"Kamu kalo ngomong nggak bisa diem ya?"
"Iya."
"Kamu suka lupa kalo janjian sama orang. suka lupa naro barang?"
"Iya."
Lalu beliau teriak ke temennya, pewawancara yang ada di seberang ruangan.
"LO PUNYA TEMEN NIH, NI ANAK ADD JUGA."
"Oh ya?" Si Ibu pewawancara seberang ruangan melambai. "Welcome to the club!"
Lalu gue ikut melambai sambil teriak,
"Horeeee Bu, welkaaam."
Sungguh absurd.
Gue baru menyadari kalau gejala yang gue perlihatkan selama ini adalah ADD - Attention Deficit Disorder. Semuanya menjadi jelas sekarang.
"Saya juga pelupa." Si pewawancara gue gantian curhat. "Saya pernah penerbangan dari luar kota. Sampe bandara saya laper. Makan deh. Koper saya taro di luar resto. Terus saya cuek aja pulang naik taksi. Sampe rumah saya minta supirnya nurunin koper, dia bingung, soalnya saya nggak bawa koper."
".... lah Bu...."
"Untung pas saya balik lagi kopernya masih ada......"
Lalu ada keheningan yang panjang.
Sisa sesi wawancara kami cuma ngobrol dan ketawa-ketawa. Gue nggak terlalu berharap bakalan lolos di perusahaan ini mengingat saingan yang banyak dan sepertinya gue bukan talent terbaik. Jadi gue pasrah dan ikhlas saja. Beres wawancara, gue nungguin Gina wawancara sambil makanin kue. Plus, salah seorang panitia nyuruh kami-kami yang masih sisa di sana buat bawa pulang kue yang masih sisa banyak. Luar biasa banget emang ini perusahaan. Dikit-dikit dikasih makan. Berat gue bisa melonjak parah sih kayaknya kerja di mari.
Gue dan Yara berpisah dengan Gina dan Feli (temen sekelompok FGD nya Yara) lalu kami makan sushi. Nggak paham deh, udah dikasih makan bayak, tetep kemaruk beli makan lagi. Tapi nggak apa-apa, kami merayakan selesainya tes ini, yang berlangsung dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore. Diterima atau tidak, tergantung nasib dan rejeki.
Jadi, sekarnag tinggal berdoa. :)
Konon kabarnya, ruangan tes ada di lantai 5. Ekspektasi kami akan lift yang mewah cukup besar mengingat gedung yang kami datangi adalah gedung MBA. SBM gitu loh. Pasti fasilitasnya bagus deh. Begitu masuk kami cukup takjub denga bangunan yang bagus dan bersih. Yara celingukan cari tempat buat beli pulpen sama rautan pensil, sementara gue jelalatan cari WC. Dasar orang desa, selalu kebelet pipis begitu sampe di kota gara-gara kedinginan dan kelamaan di jalan. Beres urusan per-pulpen-an, akhirnya Dodong sama Yara nganterin gue ke WC.
Keluar dari WC, hal pertama yang kami cari adalah lift. Sayangnya, setelah mondar-mandir seperti seterikaan rusak, kami nggak menemukan satupun lift teronggok nyata di gedung tersebut. Bahkan kami melihat Bapak-Ibu yang nyeret-nyeret koper naik tangga. Tebakan kami, beliau-beliau adalah psikolog yang akan memberikan tes pada kami. Isi kopernya tentu saja alat tes. Tergopoh-gopoh si Bapak menaiki tangga sambil gendong koper. Mau bantuin, tapi bawa badan sendiri aja udah berat. Nggak bantuin, kasian Bapaknya. Seperti kata Nelly, Dillema.
Melihat si Bapak terus menyeret koper ke lantai atas, kami bertiga sepakat ngekor si Bapak. Kalo beliau aja nggak pake lift, kemungkinan emang nggak ada lift di gedung ini. Sampai di atas kami dipersilakan masuk, kemudian dibagi ke dalam dua kelompok, MT Sales dan MT Corporate. Di sinilah gue berpisah dengan Dodong dan Yara. Mereka MT Corporate, sementara gue MT Sales. Jadilah gue duduk sendirian di tengah keramaian. Sialnya gue salah milih tempat duduk dan berujung kedinginan (serta pengen pipis lagi). Samping kanan-kiri gue duduk Mas-Mas entah siapa. Karena masih pagi, mager, ngantuk, gue yang biasanya nggak bisa diem jadi malah cuma diem aja.
Kami diminta untuk mengisi biodata serta menempelkan foto plus menyertakan ijasah, transkrip, dan copy KTP bersama si biodata. Mas-Mas sebelah gue ternyata udah ngeprint dan nempel foto di biodata (yang emang sempet diisi online saat konfirmasi kehadiran via email). Dia juga sudah menggabungka semua syaratnya jadi satu dengan penjepit kertas. Sungguh well prepared. Coba lihat gue. Foto entah gue taro mana. Nggak bawa lem. Nggak bawa hekter. Nggak bawa penjepit kertas. Form nggak gue print. Ngisi tulisannya jelek. Dengan nggak tau malu gue minjem lem ke Mas-Mas samping kanan gue. Setelah berusaha keras membongkar isi tas sambil berdoa, gue berhasil menemukan sebuah penjepit kertas dari besi di dalam tas. Entah dari mana penjepit tersebut berasal, gue nggak peduli. Gue cuma bisa berucap alhamdulillah gue nggak keliatan malu-maluin amat di mata orang-orang.
Sambil nunggu tes yang nggak mulai-mulai, Mas-Mas sampig kiri gue ngajak kenalan dan ngajak gobrol. Namanya Anggi. Katanya lulus udah lumayan lama. Mungkin 2 tahunan yang lalu. Udah sempet kerja di perusahaan farmasi. Satu pertanyaan dia yang cukup bikin gue pengen mojok sambil nangis di bawah mata air pegunungan adalah,
"Oh baru lulus? Udah sempet kerja, atau... nikah?"
Sambil berkaca-kaca gue menjawab getir,
"Belum, Mas. Saya baru lulus bulan kemaren..."
"Oooh..." Dia manggut-manggut. Pas gue cerita, Yara ama Dodong ketawa-ketawa. Kata Yara muka gue muka emak-emak beranak dua. Sialan.
Akhirnya sesi presentasi perusahaan dimulai. Ibu-Ibu dari perusahaan menjelaskan tentang perusahaan dan tentang program MT yang akan kami jalani. Menarik juga. Selain gaji yang baik, tiap bulan bakalan dikasih susu 10 liter (untuk yang single) dan 20 liter (untuk yang berkeluarga). Nggak bakalan ada larangan menikah, nggak ada penahanan ijazah, nggak ada pinalti, Kalo beres MT mau pindah bagian karena merasa kura ng sreg, bisa, asal ada posisi kosong yang bisa dimasuki. Pokoknya baik bener deh perusahaan ini. Bahkan pas tes ada yang pindah dari MT Corporate ke MT Sales.
Bagian yang cukup nggak menyenangkan adalah perusahaan ini cuma akan ngambil 5 orang untuk MT corporate dan 15 orang untuk MT sales....dari seluruh Indonesia.
Sound effect : suara petir sinetron jaman dulu.
Setelah penjelasan, kami dikasih konsumsi, lalu tes dimulai. Jumlah peserta yang ikut tes sekitar 90 an orang. 40 an di MT Corporate, dan 50 an di MT sales.
Tes pertama tentang logika, lalu kraeplin (jumlahin angka dari bawah ke atas, sejenis tes pauli tapi beda cara ngerjainnya) setelah itu gambar orang. Beres tes, kami istirahat, dan kembali satu setengah jam kemudian untuk melihat pengumuman, karena sistem yang digunakan adalah sistem gugur. Pas istirahat ini kami dapet makan lagi. Udah nggak paham deh gue, kerjaannya makan melulu. Jam setengah dua siang pengumuman peserta yang lolos. Gue, Yara, Dodong, alhamdulillah lolos. Lanut deh kami ke tahap selanjutnya.
Tahap selanjutnya adalah FGD alias focus group discussion. Ini seru abis. Kami duduk berkelompok, isinya sekitar 7-8 orang. Ada 4 kelompok kalo nggak salah. Berarti dari 90-an itu sisanya tinggal 30 an orang. Kami diminta untuk berdiskusi dan menyelesaikan permasalahan bersama. Kelompok gue seru dan nggak ada yang berusaha menjatuhkan. Gue paling suka ketika Gina, seorang teman kelompok gue mengambil inisiatif untuk menjadi semacam moderator. Ketika ada yang belum ngasih pendapat, sama dia diajak buat berpendapat. Dengan begitu semuanya kebagian ngomong.
Sesi diskusi dibagi menjadi 3 bagian. 10 menit awal kami membaca permasalahan yang akan didiskusikan. 10 menit kedua diskusi dengan bahasa indonesia. 10 menit terakhir diskusi pake bahasa inggrs. Kami ceritanya jadi anggota dewan parlemen negara Samoa yang mempunyai kelebihan dana 10 juta dan nggak tau dananya mau dipake buat apa. Seru banget karena ada pembahasan tentang mitigasi bencana. Jelas gue berapi-api.
Beres sesi diskusi, kami nunggu sekitar setengah jam lebih, karena lagi-lagi diterapkan sistem gugur. Gue sama Yara lolos ke tahap wawancara. Sayangnya Dodong gugur. Sambil nunggu giliran diwawancara kami ngisi wartegg tes, gambar pohon, dan ngisi tes tes tentang kelemahan-kelebihan diri. Jam empat kurang, gue dipanggil untuk wawancara.
Ini pertama kalinya gue wawancara kerja, tapi untungnya yang wawancara gue orangnya baik dan asyik banget. Gue malah jadi ngerumpi sama beliau. Pertanyaannya standar, kayak pengalaman organisasi, kuliah, kenapa milih jurusan itu, kenapa daftar MT sales, dan sebagainya. Di tengah-tengan sesi wawancara beliau nanya,
"Kamu anaknya susah fokus?"
"Iya."
"Kayak apa tuh misalnya?"
"Tadi saya lagi ngerjain tes itungan kraeplin Bu, terus saya sambil ngitung mikirin yang lain."
"Kamu kalo ngomong nggak bisa diem ya?"
"Iya."
"Kamu suka lupa kalo janjian sama orang. suka lupa naro barang?"
"Iya."
Lalu beliau teriak ke temennya, pewawancara yang ada di seberang ruangan.
"LO PUNYA TEMEN NIH, NI ANAK ADD JUGA."
"Oh ya?" Si Ibu pewawancara seberang ruangan melambai. "Welcome to the club!"
Lalu gue ikut melambai sambil teriak,
"Horeeee Bu, welkaaam."
Sungguh absurd.
Gue baru menyadari kalau gejala yang gue perlihatkan selama ini adalah ADD - Attention Deficit Disorder. Semuanya menjadi jelas sekarang.
"Saya juga pelupa." Si pewawancara gue gantian curhat. "Saya pernah penerbangan dari luar kota. Sampe bandara saya laper. Makan deh. Koper saya taro di luar resto. Terus saya cuek aja pulang naik taksi. Sampe rumah saya minta supirnya nurunin koper, dia bingung, soalnya saya nggak bawa koper."
".... lah Bu...."
"Untung pas saya balik lagi kopernya masih ada......"
Lalu ada keheningan yang panjang.
Sisa sesi wawancara kami cuma ngobrol dan ketawa-ketawa. Gue nggak terlalu berharap bakalan lolos di perusahaan ini mengingat saingan yang banyak dan sepertinya gue bukan talent terbaik. Jadi gue pasrah dan ikhlas saja. Beres wawancara, gue nungguin Gina wawancara sambil makanin kue. Plus, salah seorang panitia nyuruh kami-kami yang masih sisa di sana buat bawa pulang kue yang masih sisa banyak. Luar biasa banget emang ini perusahaan. Dikit-dikit dikasih makan. Berat gue bisa melonjak parah sih kayaknya kerja di mari.
Gue dan Yara berpisah dengan Gina dan Feli (temen sekelompok FGD nya Yara) lalu kami makan sushi. Nggak paham deh, udah dikasih makan bayak, tetep kemaruk beli makan lagi. Tapi nggak apa-apa, kami merayakan selesainya tes ini, yang berlangsung dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore. Diterima atau tidak, tergantung nasib dan rejeki.
Jadi, sekarnag tinggal berdoa. :)
2 komentar
dewiiii~~ itu tesnya tahapannya kayak tes di PT Konimex, sama persis hoho. asik juga yak dapet tunjangan susu tiap bulan :"""D
BalasHapusoh iya maa? aku gak kepanggil tahapan selanjutnya tes ini tapi huhuhu *sedih* ih aku kangen rahmaaaaa aaaa aaaa aaaa.
Hapus