Penyesalan

03.18

 Beberapa malam yang lalu, Yaya tiba-tiba ngabarin kalo salah satu rekan gue dulu akan menikah dalam waktu dekat.

"Oh, alhamdulillah." Cuma itu yang gue bilang.

"Sayang ya." tetiba Yaya ngomong gitu. "Too bad. He's a good guy, Wi."

Ingatan gue kembali ke beberapa tahun lalu, waktu kami masih suka kontakan dan, ya, dia orang baik, seingat gue begitu. Ada sedikit geli-geli lucu sih waktu Yaya nge "hayoloh-hayoloh" in gue pas dapet kabar beliau akan segera menikah. 

"Ah elu mah gue jadi kepikiran." Kata gue pada Yaya.

"Yah, namanya penyesalan mah datengnya belakangan, ya. Kalo di depan namanya perencanaan."

"Kalo di depan namanya pendaftaran, Sis." Kata Reska. Bener juga.

Jadi, apakah gue menyesal karena pada waktu itu, sekitar dua tahun yang lalu, gue biarkan dia lewat begitu saja karena gue juga nggak ada ide harus ngapain?

Nggak, tentu saja. Semua yang hadir. Singgah. Menetap. Atau pergi setelah mampir agak lama. Semua punya tujuan. Semua punya masanya. Mungkin memang segitu saja jalan kami berpotongan.

Ya, mungkin.

Mungkin nanti ada lagi yang lain.

Ya, mungkin.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images