(Bisa Jadi) Salah Paham (Dan Bisa Jadi Tidak)

07.29

Ada sebuah toko keripik langganan keluarga gue. Rasanya enak, harganya bersaing, dan keripik-keripik yang disajikan fresh from the wajan, literally. Lo bener-bener bisa liat Mas dan Mbak nya nggoreng keripik tempe di depan mata lo. Tadi siang, gue dan bokap gue kesana. Tempatnya lumayan jauh, di Leuwi Panjang, dekat dengan terminal. Jalanan macet, udara panas, kami baru sampai sana sekitar satu jam perjalanan. Sampe sana si teteh dan aa yang kerja di sana (total berempat) menyambut kami dengan ramah. Si teteh bahkan ngajak gue ngobrol, dan nanyain sepupu gue kok tumben nggak ikut. Terakhir kali kami kesana bareng sama sepupu gue yang udah mudik ke Palembang. 

Semua tampak baik-baik saja hingga muncul keributan. Dua orang, seorang bapak bertubuh kecil yang namanya Pak Oleh (beliau tukang jualan buah yang kiosnya tepat di depan tukang keripik) bertengkar soal uangnya, dengan seorang bapak yang badannya tinggi (gue sebut Pak Tinggi, nggak tau namanya siapa).

"Eta duit urang."
"Duit urang!" 
"DUIT URANG!"
"LAIN ETAMAH DUIT URANG!"

Semua karyawan si teteh berusaha melerai mereka. Dari sudut pandang gue, mereka membela Pak Oleh. Mungkin Pak Oleh memang jujur, atau gimana, gue nggak tahu. Si duit sengketa itu masih di saku si Pak Tinggi. Ketika dikeluarkan, kayaknya jumlahnya lumayan, mungkin sekitar 100-300 ribu, mengingat banyak lembaran biru terlipat di sono. Karyawan teteh masih jerit-jerit di depan muka Pak Tinggi, menyuruh Pak Tinggi nyerah dan diam. Salah satu karyawan Teteh bahkan hampir nonjok si Pak Tinggi, kemudian si Pak Tinggi menjerit.

"Demi Allah Rasulullah, eta duit urang!"

Karyawan teteh melepaskan cngkraman di kaos Pak Tinggi. Seorang bapak dateng ke TKP dan merangkul Pak Tinggi, menenangkan beliau. Uangnya udah ada di Pak Oleh. Pak Tinggi kembali menjerit.

"Demi Allah Rasulullah eta duit urang, mun teu percaya hayu tanyakeun ka si eta! Eta duit ti terminal demi Allah!"

Lalu setelah obrolan kesana-kemari semuanya mereda. Ternyata kronologisnya adalah sebagai berikut :

Pak Tinggi lagi mijetin Pak Oleh, kemudian ada sebundel uang jatuh, entah uang siapa, dan Pak Tinggi ambil, terus dimasukin ke kantong. disanalah Pak Oleh ribut, beliau mengklaim yang jatoh adalah uangnya. Emang ada segepok uang Pak Oleh hasil dagang yang letaknya di dekat buah-buahan yang beliau jual, membuat kemungkinan duit jatuh semakin besar. Tapi pas ditanya kira-kira uang Pak Oleh yang kurang berapa (beliau disuruh ngitung ulang uang sisanya) Pak Oleh juga nggak tahu. 

Cape deh.

Saat itulah karyawan si teteh yang nyaris nonjok Pak Tinggi merasa bersyukur nggak jadi nonjok. Kalo udah ketonjok dan ternyata salah paham doang, berabe coy.

"Pas si Pak Tinggi bilang demi Allah, saya langsung reuwas Pak, langsung lemes." Si aa nyaris nonjok cerita sama bokap gue. "Sieun saya mah Pak. Bisi udah nonjok ternyata salah paham."

"Yah, iya sih." Kata bokap gue. "Tapi kalo orang kepepet demi Allah demi apa juga udah nggak inget kan ya?"

"Iya sih Pak."

Uang masih di Pak Oleh, dan Pak Tinggi balik lagi ke terminal. Sampe gue pulang, semua masih menjadi misteri.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images