Guru Les
06.20
Baru sekali ini gue ngebet jadi guru les. Bukan guru les anak SMA, bukan juga anak SMP, melainkan anak SD.
Ada sebuah komunitas yang disebut Carcis (dibaca karcis, bukan car-cis), singkatan dari Care For Cisitu. Carcis ini membuat sebuah les gratis buat anak-anak SD di Republik Cisitu *berasa negara baru*. Tempat lesnya di sebuah masjid *nggak tau masjid mana, gue bukan masyarakat Cisitu soalnya, jadi agak gak gaul* dan les ini tidak dipungut biaya, pajak ditanggung perusahaan, alias gratis till end.
Pertama kali baca infonya di grup PM KM ITB, gue langsung jatuh cinta, kemudian gue tembak, lalu jadilah kami sepasang kekasih yang menikah dan hidup bahagia.
Ngaco.
Pertama kali baca info tentang kebutuhan pengajar di bimbel Carcis ini, gue langsung tertarik. Mata pelajaran yang dileskan ada 2, yaitu matematika dan bahasa inggris. Hal pertama yang gue lakukan tentu saja ngepost di grup pengmas HMTL, siapa tau ada yang berminat. Kak Dini dan Kevin nampak tertarik. Kevin bahkan udah nanya-nanya itu sistem ngajarnya gimana. Gue sendiri, karena kepentok keraguan yang merajai relung hati, sampe sekarang belom berani nge-SMS CP bimbel Carcis itu sendiri. Bukannya apa-apa, gue takut bukannya mengajarkan kebaikan, gue malah mengajarkan kesesatan. Misalnya 2 dikali 3 sama dengan 6, ntar gue malah bilang hasilnya 5. Kan berabe.
Pengalaman ngajar gue sendiri cuma sebatas lebaran kemarin. Saat itu Adel, keponakan gue yang paling besar punya peer matematika. Kata mamanya, dia males dan loadingnya lama kalo ngerjain matematika. Beda kalo ada tugas bahasa atau menggambar, kerjanya cepet, bagus, dan rapi. Harus gue akui, gambaran gue sama gambarannya Adel aja masih bagusan gambaran dia. Iya, ini memalukan, gue tau.
Karena jam terbang gue di dunia mengajar anak SD baru sebatas nemenin keponakan ngerjain matematika selama 2 jam dan berakhir gue marah-marah karena ngitungnya lama banget dan banyak iklannya, maka gue belum berani mengajukan diri untuk mengajar.
Di kosan Yara yang masih termasuk daerah teritori Cisitu secara De Facto dan De Jure, tinggal tiga orang adik-adik yang masih kecil. Yang paling besar kelas 2 SD. Dua orang adiknya yang lain merupakan cowok-cowok kembar montok yang tiap siang main ayunan kemudian ngetok-ngetok jendela kamar Yara sambil teriak "ACI, ACI! ACI BOBO!" (Mbak Aci adalah kakaknya Yara yang baru lulus kuliah)
Si kakak yang sudah SD, pada suatu hari minta diajarin PKN dan bahasa Inggris ke Yara. Lalu tiba-tiba, terlintas ide gue untuk memasukkan si adik kosan Yara tersebut ke bimbel Carcis. Atau, kalo nggak, gue bisa latihan dulu ngajar si adik ini sebelom gue terjun ke arena pertarungan sebenarnya : Bimbel Carcis.
Maka gue niatkan, begitu selesai liburan nanti, gue mau nyobain ngelesin adik-adik kosannya Yara. Kalo bekal gue secara mental dan fisik sudah cukup, gue akan terjun ke arena yang sesungguhnya : Bimbel Carcis.
0 komentar