Empathic Design

02.54

Seberes belajar pengelolaan air (yang nggak tau materinya apa) buat uas, gue dan beberapa orang teman menghadiri presentasi calon mahasiswa berprestasi ITB di auditorium CC Timur. Salah seorang senior gw, kak Meutia Arinta, camapres dari HMTL bakalan presentasi.

Tema yang Kak Meutia bawa ternyata tentang apa yang dia suka vs apa yang dibutuhkan dunia, dan bagaimana ia mengawinkan keduanya lewat sebuah tugas akhir tentang Empathic Design.

Apaan tuh empathic design?

Empathic design-nya kak Meutia berkisah tentang penyediaan infrastruktur sanitasi menggunakan prinsip socio engineering. Apaan lagi dah itu. Ya intinya sih rekayasa yang melihat dari sisi sosial. Dari perilaku dan kebiasaan masyarakat, dari adat-istiadat, dan dari penerimaan masyarakat terhadap teknologi. 

Menurut kak Meutia, kita suka terjebak memberikan masyarakat teknologi, tanpa mempertimbangkan kondisi masyarakat itu sendiri. Pembanguan tidak sejalan dengan penerimaan. Ujung-ujungnya infrastruktur nggak terpakai. Misalnya ketika di Pangandaran WC-nya dibangun ngadep Selatan atau Utara, mereka nggak mau pake. Nggak sopan katanya masa' boker ngadep kerajaan Nyi Roro Kidul. Di Temanggung juga, baknya terlalu kecil sehingga airnya dirasa kurang banyak dan nggak memenuhi syarat bersuci dalam Islam. Akhirnya kamar mandi nggak kepake. 

Pembangunan untuk masyarakat sudah seharusnya memperhatikan kondisi masyarakat. Itulah kenapa proyek ini disebut empathic design. Desain dengan rasa empati. Dengan menempatkan diri kita sebagai masyarakat yang akan menggunakan infrastruktur terebut. Bukan hanya membangun dan berkata "Seharusnya WC-nya emang begini", tapi harus membangun berdasarkan kebutuhan masyarakat, tanpa mengesampingkan kriteria dan budaya.

Jangan jadi engineer kaku. Dengan begitu, teknologi dapat diterapkan dan digunakan.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images