He's Ma Bro!
10.07
Dalam hidup, gue merasa membutuhkan 2 tipe teman. Satu, teman yang berpikir dengan hati. Gunanya untuk mengingatkan gue kalau gue terlalu keras kepala dan mulai bertindak nggak manusiawi. Dua, teman yang berpikir dengan otak. Gunanya buat ngingetin dan nampar kalo hidup gue mulai berdrama dan lebay kayak sinetron Indosiar.
Untungnya, gue punya temen-temen yang seperti ini.
Kemarin, setelah ngobrol panjang lebar dan dikatain cerita gue layak dijadikan FTV sama Dana, malemnya gue ngobrol panjang lebar sama Bang Andra. Setelah doi lulus, entah kenapa kami jadi super jarang ngobrol. Mungkin karena gue masih hectic kuliah dan dia masih hectic mengisi waktu luang. Kesibukan juga otomatis udah beda. Gue ngerjain laporan, doi nyari kerja. Gue masih ngomongin dosen, doi ngomongin perusahaan. Sialnya, kesibukan beda menyebabkan banyak cerita. Sialnya lagi, kesibukan beda bikin waktu kosong nggak pernah klop. Dari jaman kapan mau main bareng sebelum doi merantau ke Duri nggak pernah kesampean. Dari jaman dahulu kala mau makan di Eastern, nggak pernah kesampean. Makanya, ketika ada kesempatan ngobrol walopun cuma via watsapp, kita beneran gosip hampir lima jam. Jempol gue rasanya langsung berotot beres chat.
Diantara sekian banyak obrolan, gue merangkum beberapa percakapan yang penting.
1. Tuhan Memang Satu, (Jurusan) Kita Yang Tak Sama
Me : Blek gue naksir cowok, tapi katolik.
Andra : Yaudah lanjutin aja. Siapa tau doi mau pindah agama.
Me : ....
Me : Tapi dia jurusan (menyebut nama sebuah prodi)
Andra : ANJIR KENAPA JURUSAN ITU?! UDAH JANGAN LANJUTIN!
Ya begitulah sodara-sodara. Dia mengijinkan gue untuk lanjut walopun beda agama, tapi ketika dia tau orang tersebut dari jurusan yang dia nggak suka, gue langsung nggak boleh lanjut -_-
Sisa dari sesi ini adalah dia menghina jurusan tersebut. Iya, kita emang suka salah fokus kalo ngobrol.
2. Berondong Manis
Me : Ada juga blek yang deket sama gue.
Me : Kelahiran 94
Andra : Anjir, 94.
Andra : DOI DOSEN YA.
Hening beberapa detik.
Me : Blek kelahiran 94 bukan angkatan 94.
Andra : OH IYA JUGA HAHAHAHAHAHAHA BEGO.
Me : Orangnya... (menceritakan panjang lebar)
Andra : Yaudah sama dia aja. Baik banget gitu.
Me : Nope. Dia sulit move on. Gue masih nggak tau harus gimana.
Selanjutnya jadi cerita-cerita panjang lebar soal si manusia ini.
3. By The Name of RA Kartini
Di sesi ini gue dicekokin sesuatu yang disebut emansisapi. Bukannya berpikir tentang kesetaraan, gue malah mikir sapi beneran. Ngaco sih. Inti dari sesi ini adalah gue disuruh berinisiatif untuk memancing duluan pada seorang teman lama gue yang sudah dekat...dari lama juga.
"Ajak ngobrol, dan tanya apa pendapatnya tentang kalian. Kalo bisa sih ajak ngobrol di tempat minum kopi, suruh dia yang bayarin. At least kalo dia nggak sependapat dengan apa yang lo rasakan, lo dapet kopi gratis."
Kami ngobrol sangat panjang di sini, panjangnya setara sama waktu dia ngehina jurusan tertentu di sesi satu. Percakapan ditutup dengan beberapa petuah panjang.
Gw nggak nyuruh lo ngomong dalam artian nembak. Lo cuma harus memastikan. Supaya semuanya jelas. Tanya aja. Kalian harus ngobrol serius. Jangan "kebetulan nanya" nanti jawabnya juga nggak serius.
Emang sih banyak kemungkinan, hasil dari obrolan kalian nanti. Kalo lo salah melangkah emang kemungkinannya bisa fatal. Kemungkinan lo akhirnya kehilangan dia, bahkan dia yang cuma sekedar temen.
Tapi kalo kalian sama-sama dewasa, apapun hasilnya nanti nggak akan jadi awkward.
Lo udah tingkat 3. Udah mau tingkat 4. Bisa dibilang udah lumayan tua. Jangan cuma mikir buat pacaran doang. Cari yang berprospek, yang serius.
Gue tau, lo udah pantes, lo udah sanggup, dan lo udah waktunya punya pasangan. Insya Allah segera.
Begitulah petuah abang gue, orang yang sedari dulu termasuk yang cukup khawatir dan blak-blakan soal pilihan gue. Dia, dan juga Anche adalah orang yang selalu memberikan 2 sudut pandang : hati dan otak. Dia (atau mereka) nggak segan-segan berkata nggak, kalo gue minta ijin melakukan sesuatu dan menurut mereka itu nggak baik buat gue, walau pada akhirnya semuanya dikembalikan pada gue. Mereka orang-orang yang selalu jadi yang paling pertama khawatir soal gue. Soal perasaan gue, soal kesehatan gue, soal kesejahteraan gue. Sedikit kehilangan waktu mendapati kalo beberapa hari lagi doi udah harus pergi ke site di Duri, entah sampe kapan.
Semoga segera bertemu lagi, abang. Semoga pas ketemu lagi nanti, lo udah mendengar kabar baik!
0 komentar