Monologue

Momen dimana lo nggak harus menoleh jauh ke belakang atau berkhayal jauh ke depan untuk tersenyum. Momen dimana lo menikmati masa "Sekarang".

Momen itu baru datang pada gue beberapa hari yang lalu. Ketika gue diam dan kedua pundak gue dipegang.  Ketika hujan dengan intensitas sedang jatuh membasahi wajah dan tiba-tiba pundak gue dirangkul. Ketika tangan gue pun refleks memeluk pinggangnya. 

Gue yang biasanya selalu berfikir jauh ke depan dan terkadang mengagumi masa lalu dipaksa untuk menikmati sekarang oleh waktu. Karena gue tau khayalan jauh ke depan gue kecil untuk terwujud. Karena gue tau kalau suatu hari gue menoleh ke belakang, ke detik tersebut, gue hanya akan merasa sedih. Yang gue punya hanya sekarang, dan gue menikmati euforia serta perasaan dekat yang timbul. Bukan dekat secara fisik, melainkan dekat secara hati. 

Sejak hari itu, gue selalu menikmati momen sekarang.

Dan akhirnya kami melewati gerbang ini, setelah empot-empotan naik angkot dan beberapa dari kami turun. Beberapa, dan gue tidak termasuk :"">

Ketika awal kepengurusan dan muker, gue menaruh ekspektasi yang sangat besar pada acara ini. Desa Mitra HMTL 2012. Proker besar kahim gue Bang Adhit a.k.a Pepi, yang ada di bawah departemen gue dan Rezky, Pengabdian Masyarakat, dan ada di divisi Community Service. 

Sempat ada obrolan panjang saat menentukan siapa ketua Desmit ini. Apakah dipilih, apakah di oprec, apakah di vote. Sampai suatu hari saat sedang kumpul departemen dan ngebahas struktur kepanitiaan desmit 2010, Tito Ari kemudian nanya :

"Nanti gue harus bikin struktur yang sama kayak gitu?"

Habislah dia diledekin, sampai akhirnya dia bilang "2 hari lagi gue kasih kabar ya. Gue harus minta ijin dulu ke orang tua."

Kurang dari 24 jam, ada SMS masuk ke HP gue, isinya.

"Gw dapet ijin Wi. Tapi gue takut nggak ada yang bantuin gw."

Dan itu semua tidak pernah terbukti sampai detik ini. Kak Pepi dan Kak Wisnu sebagai kahim dan wakahim yang terus mendampingi, bersama Kak Rezky dan Kak Baskoro, ditambah mamake Mbak Dini dan gue yang bersama-sama mencari orang untuk menjadi koordinator dan kadiv. Antusiasme massa meningkat sampai overload, semua ingin ikut eksekusi dan praeksekusi. Semua antusias bekerja, semua bersemangat mengonsep, semua membantu dengan ikhlas. Ditambah publikasi yang gencar, progres report dan buletin yang selalu masuk milis, serta pensuasanaan yang kental, alumni, swasta, massa, dosen, semua tahu perkembangan desmit ini.

Sampai tanggal 24 November yang ditentukan sebagai tanggal praeksekusi hampir datang. Rasanya baru kemaren malem gue muker. Rasanya baru kemaren malem Tito Ari jadi ketua. Rasanya baru kemaren gue mikir praeksekusi desmit masih sangat jauh di depan sana. Tiba-tiba hari yang semula kerasa kayak cuma ada di dunia khayal, datang juga. Gerbang yang menunggu kami itu, sudah siap untuk dimasuki. Sempat ada keraguan soal jumlah massa yang bakal ikut karena sehari sebelumhya ada kulap 2010 ke bantar gebang. Tapi toh ternyata banyak juga yang dateng. 50-60 an orang. Banyak.

Ketakutan Tito Ari nggak pernah terbukti sampai sekarang.

Suatu hari gue ngobrol sama Mbak Pije, dan spontan dia bilang "Dari sekala 10, aku kasih 9 buat desmit. dedikasi BP-nya, fungsi kontrol dari departemennya, publikasi pensuasanaannya, konsep yang matang, dan progres yang bisa terpantau."

Kami masuk ke berita, mulai dari berita skala kampus seperti di web KM ITB, sampai koran pikiran rakyat. Rasanya gue hutang empat ribu milyar sama Tito Ari dan timnya. Kalau bisa bilang terimakasih sampai akhir jaman, gue bakal bilang terimakasih tiap detik tiap menit tiap jam tiap hari.

Sekarang tinggal menyelesaikan apa yang sudah kami bangun bersama warga di sana.

Tanggal 22 kami balik lagi ke sana kok.

Tunggu kami lagi ya :)

Gue nggak suka sama orang yang suka ngeluh.

Mungkin gue adalah salah satu orang yang bawel, cerewet, dan banyak protes. Makanya gue juga nggak suka sama salah satu bagian dari diri gue sendiri yang demen ngeluh. Ya pada akhirnya tiap kali punya kerjaan, semua pekerjaan gue akan kelar walaupun dengan diiringi keluhan, bukannya diiringi doa restu.

Mengeluh adalah sesuatu yang wajar menurut gue, karena faktanya susah banget buat nggak ngomel. Tapi ketika apapun yang diberikan pada lo, sekecil apapun itu membuat lo ngedumel selama 40 hari nonstop, maka ada yang salah dengan lo.

Waktu yang lo pake buat ngomel sesungguhnya adalah waktu yang terbuang lho. Misalnya nih, lo dapet tugas kuliah. Terus lo ngomel dulu 5 menit, baru ngerjain. Sesungguhnya waktu 5 menit yang lo pake mengeluh adalah 5 menit berharga yang terbuang sia-sia.

Gue sering ngeluh sambil ngerjain tugas sih, jadinya gue nggak ngerasa waktu gue kebuang #lho. Nggak, tetep aja itu merugikan, karena ujung-ujungnya fokus lo akan kebagi antara ngeluh dan nugas. 

Jadi, jangan buang-buang waktu lo yang berharga buat ngomel. Pergunakan sebaik-baiknya ya. :)

Tulisan ini ditujukan kepada adik-adik yang pernah gue teriakin "Jangan lemah, jangan kebanyak curhat, jangan ngeluh terus!" karena gue khawatir, ketika mereka bergabung dalam tim gue yang kerjaannya super banyak, mereka akan shock dan nangis.

Semester lima mungkin semester paling berwarna dalam sejarah hidup gue di ITB. Kuliah padet senin-rabu, kamis dan seterusnya long weekend. Ngosjur di hari kamis dan sabtu, kadang-kadang rabu, rakor sampe tengah malem  dengan kondisi laporan labling tulis tangan 7 modul belom kelar *iya gue pernah ngalamin ini*, ngerjain tugas sampah sampe lari-lari ngejar pemulung di CFD, nungguin petugas sampah di simpang dago, ngaudiensi wisuda 2011 sampe gregetan, ngejar deadline HG *maaf editor, saya deadliners (._.)* dapet honor dari HG, dapet beasiswa, kehilangan modem dan flashdisk, dikasih flashdisk sama Kak Ririn, temen-temen lama lulus, dapet temen baru 2011-2012, jatuh cinta, patah hati, hilang semangat, disemangatin.

Semester lima buat gue adalah tentang bagaimana yang hilang akan diganti yang baru (atau yg lama). FD ilang, dikasih FD baru ama wisudawan yang di LO in. Duit habis buat beli buku, dapet beasiswa sama honor dari HG. Kehilangan semangat ampe mau nangis, disemangatin sama orang-orang.

Semester lima juga tentang bagaimana memanaj. Manaj waktu, manaj uang, manaj hati.

Semester lima adalah tentang berdamai dengan masa lalu yang belum selesai. Tentang menunda untuk membuat cerita baru karena cerita yang lama belum selesai. Yang gue maksud adalah cerita lama, yang lama banget, yang udah enam tahun dan nyaris bulukan. Tuhan belum ngijinin gue buat mulai sama orang yang baru sebelum perkara sama yang lama ini kelar. Sedih juga.

Semester lima merupakan semester pengakuan.

Semester lima mulai berkesan karena semester ini adalah saat dimana gue nggak terlalu muda di kampus (terutama di himpunan) buat memegang sebuah amanah sampe gue belom punya ilmunya, tapi gue juga nggak terlalu tua sampe yang kepikiran di otak cuma "Gue kapan lulus ya?".

Semoga sisa semester lima gue menyenangkan. yeay!

Banyak banget keinginan gue yang terbentur dengan kenyataan. Terutama kenyataan kalau semester ini keinginan gue lebih banyak daripada waktu yang gue punya. Gue menyukai terlalu banyak hal, sayang sekali waktu gue superterbatas. Gue harus menyaring dan memilah yang mana yang bisa gue kerjakan dan yang mana yang tidak. Gue harus melepas dan menolak beberapa hal yang diberikan ke gue, bukan karena gue nggak mau atau nggak sanggup, gue cuma nggak pengen karena terlalu mau melakukan banyak, gue jadi nggak maksimal di mana pun.

Sedih? Ya, karena gue banyak maunya dan katanya kesempatan baik belum tentu datang dua kali.

Tapi yaudah, semoga masih ada kesempatan kedua :)

Someone says "count your blessing now", and I can't.

Melalui postingan ini gue pengen membagi sedikit cerita tentang blessed. Iye, selama ini gue selalu berpikir kalau yang gue alami adalah pure luck. Ternyata gue bukan cuma beruntung, tapi diberkati.

Dalam pekerjaan gue akhir-akhir ini, gue sering sekali mengeluh. Mengeluh partner yang nggak peka. Mengeluh anak-anak yang lenje-lenje dan nggak sigap. Mengeluh waktu yang super mepet. Mengeluh karena yang bantu gue cuma dua orang dari puluhan orang. Hidup gue isinya ngeluh mulu, sampe akhirnya gue berniat nyari job baru yang orangnya lebih kooperatif. Gue mendaftar job baru, dan tinggal menunggu buat dipanggil.

Tiba-tiba, bos gue bercerita panjang lebar sampe keluar satu kalimat "Kalo mau egois, aku nggak cuma ngurus bagianmu aja. Aku masih punya bagian lain yang harus dihandle. Aku juga ngerasa pusing dan ngerasa gagal jadi pemimpin. Ayolah, kita sama-sama kerjain, barneg-bareng." dan lain-lain yang gue lupa detailnya.

Pulang ngobrol, gue ngelamun di rumah. Memanggil ulang memori-memori gue selama ngerjain job yang sekarang. Gimana gue susah, gimana anak-anak pada cabut-cabutan, gimana partner gue kepalanya lebih keras dari baja, gimana gue akhirnya berjuang sendirian,  juggling dan koprol dari satu kerjaan ke kerjaan lain, ribet lah. Lalu gue terbayang gimana waktu itu gue ngeluh, sakit, nangis.

Nggak enak. Capek. Hati dan Fisik. Banget.

Terus gue ngobrol sama beberapa orang sobat gue dan gue baru menyadari satu hal, bahwasanya selama bekerja gue mendapat sangat banyak bantuan dan kemudahan. Kalo gue butuh link, pasti aja ada yang tiba-tiba punya. Kalo gue lagi pusing dan nggak ada ide, pasti ada yang tiba-tiba nongol ngasih saran random yang brilian. Kalo gue beneran pusing dan nggak tau harus gimana, pasti suka tiba-tiba ada orang yang mendukung dan menawarkan diri buat membantu. Setelah dirunut, ternyata gue nggak sesial itu.

Saat ngobrol itulah gue sempet menyinggung bos gue. Tiba-tiba seorang temen gue yang kerja di bidang lain yang si bos handle nyeletuk, "Seumur gue ikut rapat bidang, si bos kagak pernah nongol. Tapi waktu bidang lo yang rapat, mau dadakan atau terjadwal, si bos nongol terus."

Barulah gue sadar kalo selama ini gue dianakemaskan oleh si bos. Kalo gue adalah anak kesayangan, yang paling disayang diantara anak-anak si bos yang lain. Klo ada kerjaan, gue ditemenin. Kalo ada rapat, gue didampingin. Kalo ada sesuatu yang menarik, gue yang diajak ngobrol. Kalo ada undangan seru, gue yang diajak. Secara nggak langsung ilmu gue bertambah makin banyak.

Kalo kerjaan gue nggak beres juga doi yang nemenin dan ngebantuin. Doi yg follow-up. Si bos juga nggak bosen-bosen ngajakin gue buat ngerjain sesuatu alo-kalo gue lupa. Kalo gue males, doi dorong gue buat maju. Bisa dibilang gue jadi anak kepercayaannya si bos. Sampe waktu si bos drop dan kecapean, dia yang minta gue buat ngejaga semangatnya dan ngingetin kalo tugasnya masih banyak.

Terus gue membalas kebaikan hati si bos dengan ngeluh dan pengen pindah kerjaan. Jahat? Ya.

Akhirnya gue membatalkan job baru gue. Dengan mengucapkan basmalah, gue akan fokus pada kerjaan gue yang sekarang, dan terus menjaga kepercayaan bos gue.

Btw, kayaknya gue bakalan ditinggal si bos selama beberapa bulan ke depan karena ada acara besar dari bidang lain. It's okay pakbos, take your time :) Si anak superberuntung ini berusaha nggak bakal ngecewain bos kok. :D

Gue termasuk orang yang sangat senang cerita. Sebagian besr cerita gue, mungkin isinya curhatan random. Sebagian dari curhatan random tersebut akan gue sampaikan dalam nada bicara rendah, alias bisik-bisik, dan wajah sayu. Saat itulah gue mengeluh. Temanya macem-macem, susah kalo disebutin satu-satu. 

Akhir-akhir ini, hobi mengeluh gue kumat lagi, tapi gue nggak berani ngomong apa-apa. Gue pengen mengeluh soal kerjaan, tapi satu-satunya (tiga sih sebenernya) orang yang bisa gue ajak ngeluh adalah orang yang kerja bareng gue. Keluhan gue cuma akan menambah beban pikiran mereka, dimana gue tahu mereka juga sebenernya merasakan hal dan kelelahan yang sama. Makanya gue tahan.

Mengeluh adalah hal yang manusiawi, tapi membiarkan orang lain terbebani dengan keluhan kita, yaaa, kaga manusiawi.

Baru tiga hari kuliah, gue sudah ditawari untuk memegang sesuatu amanah di luar himpunan oleh sobi-sobi gue. Tapi mengingat gue sudah habis-habisan menyelingkuhi himpunan selama liburan kemaren dan bercinta ama opclos, gue pikir nggak adil dan jahat banget bukan jahat aja kalo sampe gue tega dan berselingkuh lagi. Walaupun gue pengen dan sepertinya tawaran tersebut emang kagak dateng dua kali seumur hidup (plus skalanya sepertinya nasional, mengingat tahun kemaren acara tersebut pernah sampe masuk tipi) tapi dengn berat hati gue bilang nggak.

Ini bukan cuma masalah nggak enak atau apapun itu, tapi gue punya tanggung jawab di sini. Gue pengen ngambil ini dan itu tapi takutnya nggak fokus dan takutnya kerjaan gue yang utama keteteran, jadi gue akan mencoba memperdalam cinta gue pada hal pertama yang sudah gue punyai duluan. <3

Sampe at least satu semester ini, gue akan menolak untuk berselingkuh dulu :)

Pengen Ke

1. Thailand

2. Maluku

3. Bunaken

4. Pulau Komodo

5. Batam (Pengen KP di sini :D :D :D)

Pengen Beli

1. Hape baru

2. Harddisk external

3. Headset

4. Novel

Pengen Bisa

1. Masak

2. Ngejait

3. Ngerajut

4. Main Piano (dan Biola)

Pengen Punya

1. SIM

2. Lisensi Diving

3. Unit #eeaa

4. Penghasilan Sendiri

Pengen Jadi

1. Guru bimbel Carcis

2. Protokoler ITB (Ini sangat random, tapi beneran kepengen)

3. Penyiar Radio

Semua bilang apaaaaa? Aaaaamiiiiiin :">

Ada sebuah toko keripik langganan keluarga gue. Rasanya enak, harganya bersaing, dan keripik-keripik yang disajikan fresh from the wajan, literally. Lo bener-bener bisa liat Mas dan Mbak nya nggoreng keripik tempe di depan mata lo. Tadi siang, gue dan bokap gue kesana. Tempatnya lumayan jauh, di Leuwi Panjang, dekat dengan terminal. Jalanan macet, udara panas, kami baru sampai sana sekitar satu jam perjalanan. Sampe sana si teteh dan aa yang kerja di sana (total berempat) menyambut kami dengan ramah. Si teteh bahkan ngajak gue ngobrol, dan nanyain sepupu gue kok tumben nggak ikut. Terakhir kali kami kesana bareng sama sepupu gue yang udah mudik ke Palembang. 

Semua tampak baik-baik saja hingga muncul keributan. Dua orang, seorang bapak bertubuh kecil yang namanya Pak Oleh (beliau tukang jualan buah yang kiosnya tepat di depan tukang keripik) bertengkar soal uangnya, dengan seorang bapak yang badannya tinggi (gue sebut Pak Tinggi, nggak tau namanya siapa).

"Eta duit urang."

"Duit urang!" 

"DUIT URANG!"

"LAIN ETAMAH DUIT URANG!"

Semua karyawan si teteh berusaha melerai mereka. Dari sudut pandang gue, mereka membela Pak Oleh. Mungkin Pak Oleh memang jujur, atau gimana, gue nggak tahu. Si duit sengketa itu masih di saku si Pak Tinggi. Ketika dikeluarkan, kayaknya jumlahnya lumayan, mungkin sekitar 100-300 ribu, mengingat banyak lembaran biru terlipat di sono. Karyawan teteh masih jerit-jerit di depan muka Pak Tinggi, menyuruh Pak Tinggi nyerah dan diam. Salah satu karyawan Teteh bahkan hampir nonjok si Pak Tinggi, kemudian si Pak Tinggi menjerit.

"Demi Allah Rasulullah, eta duit urang!"

Karyawan teteh melepaskan cngkraman di kaos Pak Tinggi. Seorang bapak dateng ke TKP dan merangkul Pak Tinggi, menenangkan beliau. Uangnya udah ada di Pak Oleh. Pak Tinggi kembali menjerit.

"Demi Allah Rasulullah eta duit urang, mun teu percaya hayu tanyakeun ka si eta! Eta duit ti terminal demi Allah!"

Lalu setelah obrolan kesana-kemari semuanya mereda. Ternyata kronologisnya adalah sebagai berikut :

Pak Tinggi lagi mijetin Pak Oleh, kemudian ada sebundel uang jatuh, entah uang siapa, dan Pak Tinggi ambil, terus dimasukin ke kantong. disanalah Pak Oleh ribut, beliau mengklaim yang jatoh adalah uangnya. Emang ada segepok uang Pak Oleh hasil dagang yang letaknya di dekat buah-buahan yang beliau jual, membuat kemungkinan duit jatuh semakin besar. Tapi pas ditanya kira-kira uang Pak Oleh yang kurang berapa (beliau disuruh ngitung ulang uang sisanya) Pak Oleh juga nggak tahu. 

Cape deh.

Saat itulah karyawan si teteh yang nyaris nonjok Pak Tinggi merasa bersyukur nggak jadi nonjok. Kalo udah ketonjok dan ternyata salah paham doang, berabe coy.

"Pas si Pak Tinggi bilang demi Allah, saya langsung reuwas Pak, langsung lemes." Si aa nyaris nonjok cerita sama bokap gue. "Sieun saya mah Pak. Bisi udah nonjok ternyata salah paham."

"Yah, iya sih." Kata bokap gue. "Tapi kalo orang kepepet demi Allah demi apa juga udah nggak inget kan ya?"

"Iya sih Pak."

Uang masih di Pak Oleh, dan Pak Tinggi balik lagi ke terminal. Sampe gue pulang, semua masih menjadi misteri.

Di dunia ini, ada dua orang yang kayaknya sangat tidak tahan melihat gue single, seakan-akan mereka bakalan mati kehabisan oksigen mendapati kenyataan kalau gue belum punya pasangan. Mereka adalah Dana, dan Anche.

Kita mulai dengan Dana.

Lebih tua seminggu (ya atau berapa hari) dari gue membuat gue dan Dana punya banyak kesamaan, baik dari selera musik, becandaan, makanan (sama-sama suka makan apa aja maksudnya), dan juga sifat. Kecuali bagian Dana bisa tidur 24 jam full (bahkan lebih). Gue tidur 10 jam aja pusing. Oh iya, jadi inget. Pernah suatu hari gue, Dana, dan beberapa teman lain ada janji, dan Dana susah dihubungin. Ternyata hapenya mati dan dia ketiduran...entah berapa lama. yang jelas ketika dia bangun, dia sudah melewatkan ... mungkin sekitar 2 dekade.

Tiap kali gue ngobrol sama Dana, pertanyaan pertama yang akan dia tanyakan adalah "Kapan, Dew?"

Kalo orang lain yang nanya, kapan adalah sebuah kata tanya yang lumrah. Kapan ketemu, kapan main, kapan makan, kapan tidur, kapan jualan opak, kapan nonton FTV, kapan koprol sampe Bunaken, dan lain-lain. Tapi, ketik seorang Dana yang nanya, kapan cuma punya satu (atau dua) kata lanjutan, yaitu "Kapan nyusul, Dew?"

Dew, adalah panggilan gue, dan itu opsional. Iya, kita nggak bakalan bahas itu, tapi coba kita analisis makna dari pertanyaan tersebut.

Jaman dahulu kala, ketika Dinosaurus masih setinggi monas dan leher jerapah masih pendek, gue, Dana, dan beberapa orang teman lainnya adalah sobi galau. Kami jomblo, kami mengeluh kami jomblo, dan kami curhat kami jomblo, kami berusaha mengakhiri kejombloan daaan, kutukan kejombloan tersebut perlahan terkikis. Seorang teman punya pacar. Seorang teman yang lain juga punya pacar. 2 orang member sobi galau tidak jomblo lagi. Seorang teman kemudian dekat dengan mantannya. Yang tersisa gue dan Dana, lalu ENG ING ENG. Dana jadian.

Iya, yang nyisa tinggal gue.

Kemudian satu persatu sobi galau putus, termasuk Dana. Tapi Dana balik lagi. Dan putus lagi, Dan balik lagi, Dan putus lagi. Dan balik lagi. Ulang terus sampe bosen. Tapi pada akhirnya, Dana dan ceweknya langgeng kok. Mereka hampir setahun sekarang.

Makanya, tiap kali gue ngobrol sama Dana, pertanyaan yang pasti akan selalu ia tanyakan adalah "Kaan Dew? Kapan nyusul? Jadi kapan? Oh gue kira lo nge-chat gue mau ngabarin kalo lo udah punya pacar. Jadi kapan? Kapan jadian? Kapan nyusul? Sekarang lagi deket sama yang mana? Jadi sama yang mana? Kapan nyusul, beneran gue nanya kapan nyusul?" Dan begitu terus sampe beres, kecuali gue menceritakan sesuatu yang membuat dia nggak bisa nanya kapan nyusul.

Lanjut, Satunya lagi. Anche

Dia kakak, teman, mama, tante, oma, complete stranger, bayangan, Mbak-Mbak judes, sobat yang ada kapan pun lo butuh, tukang party, anak sholehah, dia segalanya yang ada di muka bumi, dijadiin satu. Dan gue nggak bisa bohong barang seupil sama doi. 

Sama seperti Dana (ya, mereka udah pernah ketemu, dan setelahnya Dana nge-BBM "Gue kira yang selama ini lo ceritain itu cowok.") Anche juga kayaknya orang yang bakalan mati kaku seperti mumi kalo gue bilang gue masih single.

"BOHOOOOOOOOOOONG? IRAHA JADIAN? IRAHA JADIAN?"

Setiap kali gue bilang belom, dia akan bertanya "Kapan atuh? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan? kapan?"

Kayak kemaren, begitu gue SMS dan bilang "Aku ada cerita lhoooo.", beginilah reaksinya : "OH IYA? CIYEEEEEEE. TRAKTIRAN ATUH. JADIAN KAN INI TEH? JADIAN KAN IYA KAN?", dan begitu gue bilang bukan. "Ah teu rame. aku ga jadi ke rumah kamu ya."

FYI, dia beneran nggak jadi ke rumah gue.

Anche selalu bilang sejak dulu, kalo "Gue tau lo bakalan punya pacar langsung setelah masuk kuliah.". Dua tahun kuliah di ITB, tidak terjadi apa-apa. (Sesuatu yang terjadi antara gue dan seorang teman beberapa waktu yang lalu nggak masuk hitungan). 

***

Gue bukan orang yang lumayan peduli sama cinta-cintaan macem gini. Gue males, kecuali emang ada yang bener-bener cocok dan gue serta orang tersebut emang bener-bener berusaha buat menjalani hal tersebut dengan senang hati.

Buat gue, punya dua temen macem gini (tiga sih, sama Yara yang selalu berkata kebalikan dari mereka berdua "Coba tanya sama diri lo sendiri, lo segitunya pengen punya pacar nggak?" yang selalu gue jawab "Nggak") sudah lebih dari cukup dari seorang pacar.

Pada suatu hari yang tepat nanti, kami akan menjalani hidup masing-masing, dengan orang yang tepat. Nggak ada yang perlu dikhawatirkan :)

Mungkin bahasan kali ini nggak akan terlalu menarik. Jadi sediakan popcorn lebih banyak, soda lebih banyak, dan gummy bear lebih banyak supaya nggak bosen pas bacanya. *berasa ada yang baca aja ini blog*

Banyak sekali akun socmed yang tidak menyertakan identitas jelas dari pemiliknya, dan melayangkan protes akan beberapa hal di kampus gue. Orang-orang bilang ini akun anonim. (Selanjutnya akan gue sebut akun tersebut, karena gue sendiri nggak setuju dengan sebutan anonim. Mereka punya nama kok.)

Nah, akun-akun tersebut melayangkan protes. Mahasiswa yang terlalu cuek, mahasiswa yang selalu buat masalah, mahasiswa yang sombong. Begitulah.

Banyak yang terpancing, balik protes, marah-marah.

Ada satu akun tersebut yang menurut gue bener-bener bikin jengkel level infinity sampe rasanya kalo ketemu adminnya bisa gue cekek sambil gue lelepin di kolam ganesha. Si akun tersebut terus memprotes, membuat sesuatu yang mereka deklarasikan, mengancam, dan ya begitulah. Ceritanya mereka memberi kritik, dan gue sangat senang terhadap orang yang memberi kritik. 

Tapi sekarang, seandainya gue menjadi orang yang akun tersebut kritik, gue bakal mengabaikan.

Kenapa?

Ada beberapa alasan. 

Yang pertama, gue nggak suka sesuatu disampaikan lewat media maya. Gesturenya nggak kebaca. Gue nggak bisa tahu lo beneran ngasih saran, nyerang, mau bunuh gue, naksir gue, ingin mengambil untung dari gue, atau gimana. 

Yang kedua, kalo hal yang dikritik merupakan sesuatu yang penting dan mendasar (pernah akun tersebut mengkritik arah gerak mahasiswa yang udah nggak jelas lagi) yaudah kenapa nggak bikin diskusi aja, atau datengin personal ke orang-orang yang berpengaruh. Mereka juga pasti seneng kok kalo ada yang berkeluh kesan dan menyampaikan saran demi kebaikan, asal ngomongnya juga baik-baik. Dengan diskusi, sudut pandang lo dan sudut pandang doi bisa keliatan. Alur kenapa bisa muncul pemikiran kayak gitu ya jadi lebih jelas aja gitu. Jadinya nggak saling serang debat kusir syalala kan kalo ngerti sudut pandang orang lain kayak apa. 

Yang ketiga, gue sih nggak suka tiba2 dikritik sama orang nggak tau siapa. 

Hm... seandainya nih seandainya ya, admin akun tersebut cukup sabar dan mau mencoba menanamkan pemahaman mereka yang bagus itu dengan cara mempengaruhi orang orang di sekitarnya dengan pendekatan personal yang lebih halus misalnya, atau dengan obrolan-obrolan ringan yang diolah sedemikian rupa sehingga agak lebih mirip  hm... sebut saja lah "cuci otak", menurut gue hasilnya akan jauh lebih baik dan akan lebih terlihat. Mungkin akan capek, karena prosesnya bakalan lama. Tapi menurut gue hasilnya akan lebih menggembirakan kok daripada berantem nggak jelas di timeline. 

Menurut gue sih gitu. Menurut gue ya.

Oh ya, dan satu lagi, si akun tersebut memposisikan orang-orang yang tidak sepaham dengan dia adalah musuh. Ya kata gue sih (lagi-lagi kata gue) kalo mikirnya masih gitu, sampe kiamat tujuh kali juga orang nggak bakalan mau dengerin dia.

Gimana caranya biar omongan akun tersebut didengarkan?

Anggaplah orang-orang yang berseberangan dengan akun tersebut adalah teman.

Nggak mau?

Yaudah, jangan ngarep keadaan kampus bakal lebih baik.

Kayaknya gue terkena sindrom malam minggu : mellow, gallau, fullo, chittatto, dan sebagainya dan sebagainya.

Sebenarnya gue lagi tenang-tenangnya hidup di dunia fana yang indah ini, sampai kemudian negara api menyerang dan hanya avatar yang bisa menyatukannya. Sayang sekali, ia menghilang.

Seorang, ehm, bukan, beberapa orang (ya, sekitar 3 orang) mengadu tentang nasib percintaan mereka pada gue, manusia yang rimba percintaannya aja belum jelas akan bermuara kemana. Kalo gue ini jadi GPS, gue adalah GPS berbahasa negara tetangga yang menyuruh orang lain pusing kanan pusing kiri sementara gue pusing sendiri. Intinya gue ngasih ide langkah apa yang harus teman-teman gue lakukan, tapi gue sendiri masih stuck.

Lalu di tengah mendengarkan cerita kegalauan malam minggu ramadhan ini, gue iseng-iseng ngepoin beberapa orang teman. Wah ternyata ada teman gue yang baru jadian. Alhamdulillah. Lalu ada juga teman gue yang ternyata baru putus beberapa bulan lalu. Karena berprinsip kalo ngepo nggak boleh nanggung, maka jadilah gue terjebak ngepo mantannya teman gue tersebut.

Betapa kagetnya gue ketika mendapati ternyata teman gue dan mantannya berbeda keyakinan. Sedih.

Katanya perasaan cinta nggak bisa dikendalikan. Kita nggak tau kapan, di mana, sama siapa kita akan jatuh cinta. Ya, sepertinya benar begitu. Mungkin dua orang teman gue yang berbeda keyakinan pun begitu.

Seorang teman gue berpacaran dengan ceweknya yang berbeda keyakinan. Pada suatu hari gue dan Anche bertemu dengan mereka di Ciwalk. Si cewek baru keluar dari dalam mushola, menenteng mukena, dan mendatangi cowoknya. gue lagi berdiri sama Anche ketika tanpa sadar kami berdua menatap pasangan tersebut dan menyadari kalau si cowoknya adalah teman kami.

Setelah hey hoy hey hoy yang cukup lama, Anche menyenggol gue.

"Itu pacarnya?"

"Ya. Kenapa?"

"Yang pake jilbab itu?"

"Ya."

Kami tau ada sesuatu yang membingungkan di sini, tapi kami diam saja.

Kita hidup di era teknologi, dimana status pacaran atau tidaknya seseorang kebanyakan dpat diketahui lewat relationship status di facebook. Maka akhirnya gue menjelajahi facebook si teman dan si ceweknya. Mereka pacaran kok, di facebook juga dipampang. Namun sayang sekali, nggak berapa lama setelah gue ngepo, status di facebook mereka berubah. Single.

Mungkin mereka merasa hubungan tersebut terlalu sulit untuk dilanjutkan.

Hingga pada suatu malam minggu entah kapan, gue lagi jalan berdua dengan si teman, melewati dua orang yang lagi berdiri di dekat parkiran motor.

"Ciye Dewi malem mingguan ya?" Suaranya terdengar familiar. Pas gue noleh, si teman, dan si ceweknya (atau mantan ceweknya, versi facebook) tengah berdiri. Gue diem, dadah-dadah, kemudian pergi.

Ya, pada akhirnya gue masih sering lihat mereka berdua. Entahlah mereka jalan sebagai apa. Teman?

Tuhan memang satu, kita yang tak sama. Dan perbedaan ini terlalu dasar untuk diabaikan. Dan ya... mengabaikan perbedaan ataupun mengabaikan cinta yang tumbuh, dua-duanya sama-sama sulit.

Untuk teman-teman di luar sana yang sedang galau karena perbedaan tersebut, semoga diberi jalan keluar yang terbaik ya :)

Amin :)

Di sini gue tidak akan membahas rokok, manisan, dan tisu. Gue benar-benar akan membahas romantis.

Apa itu romantis? Coba kita tanyakan dulu pada sahabat gue, KBBI offline.

Jadi romantis menyangkut percintaan, mesra dan mengasyikkan.

Kalo lo tanya satu-satu tiap orang yang lewat di depan Balubur tentang romantis menurut mereka, akan ada 583047503837620 jawaban berbeda. Orang yang satu mungkin akan bilang duduk malem-malem sambil minum teh berdua di kebun sambil lihat bulan kayak di iklan Sariwangi adalah hal romantis. Orang yang lain akan bilang bahwa dinner di tempat yang bagus, mahal, dan pake lilin itu romantis. Orang yang lain lagi bakal bilang liburan berdua ke Burkinafaso adalah hal terromantis dalam hidupnya.

Buat gue sendiri, melihat bulan bukanlah sesuatu yang romantis. Bukannya apa-apa, bulan di rumah gue cuma bisa dilihat dengan jelas dan indah dari balik jendela WC. Halaman rumah gue aja nggak bisa memberikan pemandangan bulan yang lebih indah jika dibandingkan dengan jendela WC. Lalu dinner di tempat bagus dan mahal, pake lilin. Lumayan romantis, asal tujuan pasang lilin bukan buat ngusir lalat. Liburan berdua ke luar negri? Kalo romantisme bisa didapatkan dari berenang di pantai, menyelam, ke museum, atau ke amusement park, berarti nggak ada masalah.

Gue pernah iseng berbagi sebuah tulisan tentang dua orang yang baru pacaran kepada seorang teman. Salah satu bagian tulisan ini berkisah tentang si cowok melakukan sesuatu yang diluar kebiasaan, yang menurut si cewek sangat romantis.

Lalu si teman bertanya pada gue "Jadi ini romantis menurut lo?"

"Ya, kenapa?"

"Nggak." Dia tertawa. "Ciye. Romantisnya naik delman. Ngarep diginiin ya?"

Ya, jawab gue waktu itu. Sayangnya gue nggak pernah dapet perlakuan romantis macem ini. Tapi sebulan setelahnya, ada romantis versi lain yang diberikan si teman buat gue. Romantis yang biasa dilakukan orang-orang lain. Romantis yang generic. Romantis yang biasa aja.

Tapi setelah diromantisin hari itu, gue jadi mikir. Sebenarnya bukan seperti apa romantis yang kamu ingin. Sebenarnya siapa yang ngeromantisin. Mau romantis maksimum level dewa kalo lo nggak suka sama yang ngeromantisin ya udah, cuma ekspresi datar yang bakal nongol di muka lo. Tapi begitu lo sayang sama orangnya, mau seancur apapun, lo bakal mikir itu romantis.

Jadi, menurut gue, romantis itu... apapun, asal sama kamu <3

Baru sekali ini gue ngebet jadi guru les. Bukan guru les anak SMA, bukan juga anak SMP, melainkan anak SD. 

Pertama kali baca infonya di grup PM KM ITB, gue langsung jatuh cinta, kemudian gue tembak, lalu jadilah kami sepasang kekasih yang menikah dan hidup bahagia. 

Ngaco.

Pertama kali baca info tentang kebutuhan pengajar di bimbel Carcis ini, gue langsung tertarik. Mata pelajaran yang dileskan ada 2, yaitu matematika dan bahasa inggris. Hal pertama yang gue lakukan tentu saja ngepost di grup pengmas HMTL, siapa tau ada yang berminat. Kak Dini dan Kevin nampak tertarik. Kevin bahkan udah nanya-nanya itu sistem ngajarnya gimana. Gue sendiri, karena kepentok keraguan yang merajai relung hati, sampe sekarang belom berani nge-SMS CP bimbel Carcis itu sendiri. Bukannya apa-apa, gue takut bukannya mengajarkan kebaikan, gue malah mengajarkan kesesatan. Misalnya 2 dikali 3 sama dengan 6, ntar gue malah bilang hasilnya 5. Kan berabe. 

Pengalaman ngajar gue sendiri cuma sebatas lebaran kemarin. Saat itu Adel, keponakan gue yang paling besar punya peer matematika. Kata mamanya, dia males dan loadingnya lama kalo ngerjain matematika. Beda kalo ada tugas bahasa atau menggambar, kerjanya cepet, bagus, dan rapi. Harus gue akui, gambaran gue sama gambarannya Adel aja masih bagusan gambaran dia. Iya, ini memalukan, gue tau.

Karena jam terbang gue di dunia mengajar anak SD baru sebatas nemenin keponakan ngerjain matematika selama 2 jam dan berakhir gue marah-marah karena ngitungnya lama banget dan banyak iklannya, maka gue belum berani mengajukan diri untuk mengajar. 

Di kosan Yara yang masih termasuk daerah teritori Cisitu secara De Facto dan De Jure, tinggal tiga orang adik-adik yang masih kecil. Yang paling besar kelas 2 SD. Dua orang adiknya yang lain merupakan cowok-cowok kembar montok yang tiap siang main ayunan kemudian ngetok-ngetok jendela kamar Yara sambil teriak "ACI, ACI! ACI BOBO!" (Mbak Aci adalah kakaknya Yara yang baru lulus kuliah)

Si kakak yang sudah SD, pada suatu hari minta diajarin PKN dan bahasa Inggris ke Yara. Lalu tiba-tiba, terlintas ide gue untuk memasukkan si adik kosan Yara tersebut ke bimbel Carcis. Atau, kalo nggak, gue bisa latihan dulu ngajar si adik ini sebelom gue terjun ke arena pertarungan sebenarnya : Bimbel Carcis.

Maka gue niatkan, begitu selesai liburan nanti, gue mau nyobain ngelesin adik-adik kosannya Yara. Kalo bekal gue secara mental dan fisik sudah cukup, gue akan terjun ke arena yang sesungguhnya : Bimbel Carcis.

Berkeliling, they said. It will be fun, they said.

Barusan itu bukan quote serius kok. Cuma biar kelihatan kayak quote keren, makanya ditulis cetak miring.

Oke nggak penting.

Apa yang akan gue bahas dalam postingan ini adalah aktivitas favorit gue dan Yara semasa TPB. Kami menamainya patroli.

Jangan langsung membayangkan gue dan Yara dalam seragam polisi, bawa-bawa pistol dan guling sana guling sini sembunyi sana sembunyi sini dalam aksi menumpas kejahatan dan menegakkan keadilan. Kami berpakaian biasa, berkeliling kampus dengan santai, dan kadang diselingi duduk-duduk di spot enak dan adem.

Sebenarnya, apa sih tujuan berpatroli?

Sejujurnya nggak ada tujuan lain selain jalan-jalan. Sukur-sukur nemu yang asik-asik. Tapi serius, tujuan utamanya emang cuma jalan-jalan menghabiskan waktu istirahat yang lamanya nyampe 3 jam. Dipikir-pikir sekarang, kegiatan patroli itu ngak ada keren-kerennya sama sekali. Jam 11 siang, dua orang cewek panas-panasan keliling kampus tanpa arah dan tujuan. Dapet duit nggak, dapet kulit belang iya.

Seringkali kami bertemu beberapa orang teman yang sangat jarang kami temui tiap hari. Misalnya teman dari fakultas lain yang gedung kuliahnya nggak bersinggungan dengan kami. Teman-teman angkatan atas yang sudah jurusan dan kebanyakan diem di gedung kuliah, beberapa senior-senior ganteng yang kalo bukan karena patroli, cuma bisa dilihat setahun sekali.

Selain itu, patroli membuat tubuh kami sehat dan kuat. Jalan jadi cepat, ketahanan terhadap sinar matahari meningkat pesat. Sayangnya begitu sampe kelas jam 2 siang, saking kecapekan patroli, kami biasanya jadi ngantuk dan ketiduran.

Terakhir kali gue patroli bareng Yara mungkin setahun yang lalu. Aktivitas ini berhenti karena gue sempet punya (ehem) buntut / gandengan / bayangan / apapun yang begitu masuk waktu istirahat selalu SMS "Dimana? makan bareng yuk. jangan kemana-mana, gue kesana, jangan pindah, jangan pergi, diem di situ bla bla bla bla". 

Sekarang, ketika gue sudah menjadi manusia mandiri yang berbudi pekerti seperti dulu lagi, keinginan gue untuk patroli tiba-tiba memuncak.

Ada yang mau ikut?

kom·pen·sa·si /kompénsasi/ n 1 ganti rugi; 2 pemberesan piutang dng memberikan barang-barang yg seharga dng utangnya; 3 pencarian kepuasan dl suatu bidang untuk memperoleh keseimbangan dr kekecewaan dl bidang lain; 4 Man imbalan berupa uang atau bukan uang (natura), yg diberikan kpd karyawan dl perusahaan atau organisasi

Iya, itu diambil dari KBBI offline. Biar rada gaul sedikit lah.

Kemarin pagi, gue dan dua orang teman menghadap dosen wali untuk perwalian. Seperti yang pernah gue jelaskan di post jaman dahulu kala, dosen wali gue adalah orang yang sangat suka ngobrol dan memberikan petuah. Kegemaran beliau dimanfaatkan oleh kami bertiga, Mbak-Mbak cantik anak walinya untuk konsultasi kegalauan akademik yang memuncak karena mata kuliah pilihan yang kami sendiri nggak kebayang itu belajar tentang apa walaupun sudah mencoba menelaah kata perkata dari silabus yang nampang di web akademik.

Kalo di bagian sebelumnya gue membahas "kado galau dari jauh" sekarang gue akan membahas kado fail yang tetep menyenangkan.

Berawal dari hari kamis ketika gue ulang tahun, ada beberapa agenda hari itu, diantaranya TFT, bukpus bersama HaloGanesha (dan ternyata Bashira teman se-SMA juga anak HG hihihi, senang ada yang kenal) dan yang paling ditunggu-tunggu, jreng jreng... buka bareng Opclos OSKM.

Iya, kalo soal buka bareng opclos emang mendadak, dan baru di iya kan di hari H, sayang sekali Bu Kordiv Kania lagi di Jakarta. Di hari H juga gue, Eris, dan Indah memutuskan buat patungan nraktir anak-anak Opclos. 

Jadi begini rencananya : kelar TFT, kalo gak pulang gue akan ngebolang sampe setengah empat, terus lanjut ke HG, jam 6 kurang cabut kabur dan langsung makan bareng anak Opclos.

Setelah TFT, gue mager kemana-mana, walhasil cuma nebeng sama rapat sponsorship desmit yang itu pun makan waktu sampe jam 3 kurang. Lanjut nemenin Eris ngeprint buletin eksternal. disanalah gue melihat hasil karya laporan JJS gue yang unyu-unyu dengan foto pak RW lagi ngeruk lumpur di Cikapundung. Gaul sekali!

Habis itu gue ke selasar Farmasi buat ketemu sama teman-temin HG yang lain di sana. Jam 4 lewat kita capcus ke markas.

Sayang sekali jalanan macet, nyampe HG udah mepet maghrib, dan gue cuma numpang buka puasa di sana. Nggak sempet ketemu Bashira juga. Kemudian gue sama Desi cabut ke arah kampus. 

Tempat buka bareng opclos adalah di KFC superindo. baru nyampe boromeus Yara udah nelpon "Cepetan buruan dateng udah ada yang balik nih, lama deh bla bla bla."

Ya, pada kenyataannya pas gue sampe sana Ghina, Nunung, sama Syamsul udah balik. Tara juga dateng cuma bentar dan cabut lagi karena ngerjain tugas angkatan buat osjur. Bowo sama Indah cuma bentar di sana. Selesai surprais (yang gagal karena gue sempet ngescroll SMS armand ke yara dari atas sampe bawah dan Faza sama Susi sembunyi pas nyiapin kue tapi gagal) Bowo sama Indah cabut.

Jadi, apa yang mereka berikan pada gue? 

Seneng deh, nggak bohong. Setelah jutaan tahun yang lalu terakhir disurprais, kali ini gue disurprais lagi, oleh semua yang datang, hampir 30 orang parang kusuma hijau tosca. 

Terimakasih Hijau Tosca :)

Hari ini gue ulang tahun. Dan tepat hari ini juga, si beliau pulang dari perantauan.

Seorang teman nanyain gue tadi pagi "Mau dikasih kado apa?"

Gue cuma jawab "Bebas."

"Yaudah gue kasih cowok."

"Mana?", Gue nantang, dan dia ketawa-tawa.

Kemudian si beliau datang. Langsung heboh begitu ngeliat muka satu sama lain, dia langsung ngerangkul gue, dan mukanya berseri-seri.

"Ciye yang ulang tahun."

Terus gue diem aja, nggak bisa ngomong apa-apa, selain ketawa-ketawa nanggung. Gue bingung.

Temen gue kembali datang. "Nih gue kasih kado cowok." Sambil mendorong beliau ke depan gue. 

"Kalo kado harus dibungkus." Kata gue, sambil ketawa, masih nanggung.

"Aku kan kado istimewa, jadi nggak perlu dibungkus." Kata beliau, dan dalam hati gue berkata yes, you are.

Kami ngobrol, kesana kemari, dan obrolan gue jadi nggak fokus. Gue bingung karena sejujurnya jauh di dalam hati gue superkangen dan nggak pengen ngobrol yang aneh-aneh dulu. Gue cuma mau duduk sebelahan dan ketawa-tawa ringan, nggak mau ngebagi waktu gue buat orang dan kegiatan lain.

"Kangen nggak sama aku?"

Tiba-tiba keluar aja kalimat kayak gitu, dan gue lupa antara jawab "Kangen nggak yaaa" atau cuma ketawa nanggung seperti yang sudah-sudah. Pokoknya endingnya ngegantung, dan gue sendiri bingung. Bingung sama perasaan gue sendiri. Apa gue emang beneran kangen atau nggak, apa gue beneran iya sama orang ini atau nggak, apa gue malah ternyata sama orang yang satunya lagi atau gimana, gue bingung.

Kata abang kalo gitu keadaannya, ladenin aja dua-duanya dulu. Kalo salah satu maju dan meminta gue secara tegas, baru gue boleh panik.

"Kalo nggak ada yang minta ketegasan, gue boleh panik nggak?"

"Nah, itu juga boleh.", Kata abang.

"Feeling gue kuat, dan kata gue lo mendingan sama si beliau ini." Katanya.

Gue sendiri bingung, dan ragu-ragu. Khawatir, dan ketakutan.

Selamat ulang tahun, Wi, semoga di tahun yang baru lo nggak lagi ragu-ragu dan ketakutan berlebihan atas dasar pernah kecewa, begitu gue menyelamati diri gue sendiri.

OSKM selesai.

Walaupun Opening dapet superbanyak masalah, tapi kebahagiaan dan pujian sana sini, baik dari maba maupun massa kampus melimpah ruah. *ya walopun kritik sana sini buat opening juga kayak banjir bandang, tapi gue senang dan memasukkan hal tersebut dalam eval*.

Ada masalah juga terkait opening dan impresi-impresinya, nggak bakalan gue bahas.

Closing, super unyu 2012, soalnya pake ada lentera-lenteraan yang terbang dan ada balon lucu-lucu dengan spanduk integrasi untuk indonesia di bawahnya. 

Dan, gue di sini sekarang. di atas kasur, sehari setelah OSKM 2012 resmi ditutup.

Pagi tadi gue bangun jam 8 dan langsung siap-siap ke kampus. Seharian tanpa lewat TVST, dan rasanya sangat aneh, mengingat hampir 2 bulan kebelakang gue menghabiskan nyaris tiap hari di TVST, minal 4 - 5 jam. Mendekati hari H, gue menginstruksikan chimpi-chimpi opening untuk berada di dekat gue selama minimal 6 jam. Tujuan gue saat itu sederhana, membuat mereka terbiasa, senang, dan biar chemistry nya "dapet".

Terbukti ampuh sih. Ufuk udah nggak pusing deket gue, malah jadi suka curhat. Bebes juga, sampe suatu hari gue sama dia ngepo gebetan dia bersama. Susi udah mulai bisa ngebully gue, dan Nindy makin hari makin demen bahas kucing sama gue. Sampe Syamsul anaknya Eris yang ditunjuk jadi pahlawan Kordiv aja jadi suka ngintil kemana-mana.

Sialnya, setelah semua rangkaian acara selesai, semuanya terasa seperti... perubahan buruk yang mendadak.

Dimana gue bukan orang yang bisa cepat beradaptasi dengan perubahan, terutama yang sangat mendadak.

Ya udah, gue merasa kehilangan. Itu kayak lo pisah rumah dan ngekost, mendadak jauh dari keluarga lo. Merantau. Sedih pokoknya.

Gue kangen seru-seruan sama lo lo pada. Cepet buka bareng, cepet main bareng. 

Cepet ketemu gue lagi ya, anak-anak :)

H-5. Seikit lagi mungkin gue akan lari dari kenyataan dan nyebur ke kawah gunung berapi. 

Sayangnya hal-hal tersebut tidak akan membantu gue untuk menyelesaikan pekerjaan di tanggal 28 nanti.

Tumben tadi anak-anak gue banyak. Kania nggak harus nunggu seama 1 jam untuk memenuhi kuorum 20 orang. Rapat dimulai on time.

Berhubung udah H-5, gue merasa sudah harus membangun chemistry dengan anak-anak. Makanya gue pengen mereka mulai latihan berada di dekat gue lebih dari 6 jam. 

Ini latihan yang aneh, tapi setidaknya di hari H nanti mereka harus bekerja bersama gue dari jam 8 pagi sampe jam 5 sore. 9 jam loh itu. Mereka mesti berlatih, karena sesungguhnya dekat-dekat gue sungguh tidak menyenangkan kelihatannya.

Buktinya, baru juga berapa jam, ufuk mengeluh pusing karena kelamaan deket cewek. Iya ini absurd memang, tapi gue mengerti, ada beberapa orang yang kurang nyaman seperti itu, Makanya gue harus menyamakan suhu dengan berlatih bekerja dekat gue selama 6 jam bahkan lebih. Keren ya.

Semoga di hari H nanti semua sudah terbiasa bekerja dengan gue. Semoga kami bisa menyatukan hati seperti keluarga tapi tetap bekerja profesional.

:)

Jangan tanya kenapa gue jadi seneng ngepost dengan judul yang cuma satu kata. Gue juga nggak tahu.

Hari ini ada 5 agenda. 3 rapat, 1 briefing, 1 cek venue Sabuga.

3 rapat antara lain rakor OSKM, rapat koordinator desmit, dan rapat online opening.

Rapat koordinator desmit berjalan lancar jaya tanpa hambatan mulai jam 9 pagi smape sekitar jam 12an. Diawali dengan bertemunya gue dengan Tio yang mau Geohumanism dan Titos yang baru pulang magang dan mau rapat desmit. Ke himpunan, udah ada Kak Dion sama Titoganteng. 

Pertanyaan pertama Titoganteng pada gue adalah : "Puasa nggak Wi?" Setelah melihat kuku jari tangan gue yang berwarna warni. Gue cuma haha hehe haha hehe enggak to @#$%#&#*(*&#@*#(@(

Rapat desmit berlangsung oke oke aja, sayangnya gue nggak bisa berlama-lama memandangi Tito yang gantengnya unlimited karena harus nemenin Bowo rakor OSKM. Tepat saat Bung Rezky kadep gue nyampe sekre, gue pamit keluar forum. Ditandai dengan gue nabrak meja fusball dan menimbulkan suara berisik, gue resmi keluar forum desmit barengan sama Kak Tiara yang mau ngelab.

Nyampe Information Center tempat janjian sama Bowo, Bowonya belom dateng. Nggak sampe 5 menit kemudian bowo dateng sambil amrah-marah.

"Rapatnya nggak jadi coba, tenryata jadinya jam 1 di rumah Vania."

Pengen nangis adalah reaksi pertama gue. Oke itu lebay. Kecewa sih lebih tepatnya. Tau gitu kan gue bisa tetep rapat di himpunan. Bukan untuk memandangi Tito yang gantengnya unlimited, tapi karena gue emang pengen tau apa keputusan dari rapat desmitnya, dan gue pengen membantu sepenuh hati. Apa daya mau balik lagi juga nggak enak, karena gue harus rapat online sama anak-anak.

Lanjut, rapat online. Seperti biasa, ujung-ujungnya curhat. nggak usah ditanya. Tapi lumayan lah ada sedikit bahan yang bisa dibawa buat forum besok. Mana pake acara chat FB gue dibajak Ibu Ervisa pula, dia ngetik "Rapatnya Udahan" dan nyaris membuat semua peserta rapat offline. Fufufufufufufufu.

Selanjutnya gue dan Bowo ke Sabuga mau ngecek sound, lighting, dan listrik juga panggung di Sabuga. Hanna udah janjian sama si bapak operatonya buat ketemu haru minggu. Janjian jam 1. Ditunggu ampe jam 2 nggak dateng. Jam etengah 3 Bapaknya dielepon, inilah jawaban Bapaknya :

"WAH NENG SAYA LUPA HARI INI SAYA NGGAK BISA."

Mati. 

Akhirnya kembali ke kampus dan membriefing anak-anak LO-nya Ghina. Dari 23 orang, LO yang confirm cuma 6 orang. Cantik sekali. Yah lumayan lah seenggaknya hidup gue dan Bowo nggak bener-bener fail hari itu.

Saran, untuk siapapun yang mau mengadakan rapat atau apapun, cek en ricek dulu saja supaya jangan gagal begini.

Bukan gue yang galau kok, alhamdulillah.

Ini cerita tentang seorang sobat gue, seorang ABG kumisan sangar dan berjenggot. Muka rambo, namun hati mellow. Kita sebut saja dia AK (ABG Kumisan).

Dia sedang galau. Galau karena putus dari pacarnya yang cantik. Putusnya karena sesuatu yang tidak penting. Sejenis lo kagi makan es kelapa di pinggir jalan bareng pacar lo terus lo bilang "Sayang, rambut kamu kok ada ubannya?" terus dia marah-marah, nyiram es kelapa ke muka lo, terus kalian putus. Ya, senggak penting itu kok alasan putusnya.

"Mungkin pas waktu itu dia lagi PMS kali." Kania, sebagai Ibu dari kami kami semua mencoba menenangkan.

"Kaga kok, lagi biasa aja, kayaknya lagi nggak dapet." Kata AK dengan wajah sendu.

"Lo nggak tau aja staging PMS itu ada 3. Pra, Pas, sama Pasca M Syndrom."

"Tau ah gue pusing, P nya bisa beda-beda arti."

Kasihan dia jadi tambah galau.

Malemnya, gue bikin post meminta tolong untuk belanja kain. Si AK mencalonkan diri untuk belanja kain, asal ada temennya. Nah dari sono mulai deh post-post galau bermunculan. Ya minta didampingi terus diledek sama yang lain, repot deh pokoknya. Post minta tolong belanja kain pun beralih fungsi jadi ajang curhat colongan malam minggu.

Gue sempet chat sama AK, dan ketika gue suruh dia move on, dia berkata "Susah Kak, Irreplaceable."

Ciyeeee~

Gue sempet bilang sama AK kalo pada suatu hari cewek itu akan terganti, apapun yang terjadi. Kalo pada suatu hari nanti bakalan ada orang lain yang dateng dan mampir dan mengubah segalanya. AK bilang ya, mungkin, dan dia minta didoakan yang terbaik saja.

Kepada AK, semoga Tuhan memberikan yang terbaik buat lo ya nak *puk puk berjamaah.

Baru juga puasa hari pertama (dimana gue sesungguhnya tidak berpuasa) post gue judulnya udah nggak enak buat dibaca. Tapi yasudahlah, ini cuma sedikit curhatan saja.

Gue kesel. Iye, kesel. Sama orang yang bisanya cuma kritis tapi nggak solutif. Yang cuma marah-marah dan bilang itu salah tapi nggak ngasih jalan keluar. Sesungguhnya kadang-kadang gue pun seperti itu, tapi sebelum gue protes, gue selalu bilang kalo gue juga nggak tahu baiknya gimana, tapi gue tahu hal tersebut kurang baik. Gue berusaha memberikan sudut pandang gue aja. 

Gue juga kesel sama orang yang lumayan sering protes sama hal-hal yang nggak sebenernya nggak ada singgungannya sama kehidupan dia, dan sesungguhnya kejadian yang diprotes dan kejadian di dunia si pemrotes itu merupakan kejadian saling lepas. Sejenis di Amerika Utara sana ada anak lagi koprol dan kayang, lalu mendadak seseorang di Burkinafaso protes karena si anak kayangnya nggak bener. Ya bukan hal ihwal perkayangan juga yang diprotes, tapi intinya sesuatu yang menurut sudut pandang gue nggak penting buat si pemrotes.

Tau apa yang paling bikin gue kesel? orang-orang ini melayangkan protes di dunia maya. Nggak masalah sih, cuma berhubung gue adalah orang yang lebih seneng dikasih tau langsung kalo punya salah, gue males liat ada orang ngomel di dunia maya tanpa sebelumnya menegur di dunia nyata dan membuat sebuah perubahan ke arah yang lebih positif. 

Yaudah sih, intinya cuma kesel. Dan sudah bilang. Terus dinyolotin. Males deh jadinya.

Katanya sih gitu. dan menurut gue emang begitu.

Buat apa berumur muda kalo jiwa lo tua? Buat apa berumur muda tapi nggak produktif? Buat apa berumur muda tapi semangat buat belajar kalah sama yang lebih tua? Buat apa berumur muda kalo setengah dari hari lo dipake buat tidur aja?

Buat apa berumur muda kalo mati muda, dalam artian hati dan pikiran lo mati?

Buat apa hayo~~~

Makanya gue bener=bener mikir kalo age is just a number, seperti kata lagunya mocca, it won't be any trouble at all. Kenapa? Ya karena itu tadi, semangat dan tingkat kedewasaan lo nggak bisa diukur dari umur.

Jadi, buat para sesepuh di luar sana, jangan khawatir soal umur. Yang penting jiwanya muda terus.

Cheers!

Kata emak gue dulu, jadi orang harus sabar. 

Katanya sih batu keras aja kalo ditetesin air setetes-setetes sampe gempor tiap hari sampe tuek sampe nenek, dia bisa berlobang juga. Jadi, pelajaran yang bisa diambil adalah kalo ada orang kepala batu, guyur aja pake air.

Bukan, bukan itu.

Pokoknya kalo ada temen yang keras kepala, egois, sombong, jumawa, apapun lah itu namanya, hadapi saja dengan sikap sabar. Ntar juga lama-lama dia bisa jadi baik. Jangan dikerasin lagi.

Tadinya gue nggak percaya sama hal itu, tapi lagi-lagi emak gue bilang kalo hasil dari kesabaran nggak bisa diliat dalam jangka waktu sehari-dua hari. Jadi tunggu aja. 

Akhirnya sedari remaja (ketauan kalo udah tua) gue belajar sabar menghadapi orang. 

Ketika kuliah, masuk tingkat dua, dan bekerja dalam team, salah seorang partner saya merupakan orang yang mayan gampang pundung, moody parah, dan suka sewot sendiri. FYI, dia lelaki. Iya, emang mayan kesel juga ada manusia kayak gitu. Ditambah dia agak mager, pelupa akut, dan suka nyalahin orang. Gue pernah dalam sehari dibentak-bentak dan disalah-salahin ampe gue males ketemu sama dia. 

Tapi kritikan dia dan sikap cerewet dia itu kemudian gue jadiin motivasi buat memperbaiki diri. Terus gue jadi mikir, kalo kami kerja dalam team, berarti kalo dia nager, gue harus rajin. Kalo dia moody, gue harus stabil. Kalo dia pundungan, gue harus ceria. 

Dalam team itu gak cuma gue ama dia doang isinya. ada belasan orang lainnya, dan satu tim berisi dua puluh nyaris tiga puluh orang. Dari segitu banyak orang, sedikit yang sempet berkontribusi dalam kerjaan team ini. Kenapa gue bilang sempet? Karena temen-temen di team ini adalah orang-orang super yang banyak diamanahi ini dan itu di tmpat lain. Mau maksa pun gue nggak bisa, mereka juga punya tanggung jawab lain.

Kadang-kadang gue dan si doi ini harus pontang panting koprol kiri koprol kanan rol depan rol belakang kayang dan salto untuk menyelesaikan kerjaan team yang superbanyak dan superberat. Berhubung gue emang orangnya serakah dan mau mau aja kalo ditawarin kerjaan, gue pasti selalu jadi orang terdepan yang bilang iya kalo ditawarin job. (Plus nggak ada orang lain, jadi aja tambah-tambah gue lagi gue lagi). Kadang gue suka takut orang-orang bosen karena gue terkesan agak "mendominasi" di sini. Gue juga maunya semua orang dapet pembelajaran, semua bisa ngerasain kerja team di sini, tapi gue juga tetep mau kerjaan beres karena di kamus gue nggak ada kata gagal. *silakan buka kamus gue, kata gagal pasti gak ditemukan*.

Kalo ada apa-apa, pasti gue yang disuruh. Diminta perwakilan buat jadi panitia acara, gue yang turun, survey, gue yang turun *sama doi juga sih*, bahkan jadi kartini acara kartinian aja, gue yang maju. Super. Awalnya gue marah-marah, gue pengennya yang lain juga kebagian peran, tapi ya gimana lagi, gue juga ngerti dia juga bingung nyari orang lagi. Gue tau dia pasti capek juga.

Dulu gue suka protes, karena dia juga kayaknya nggak memperhatikan kesejahteraan gue. Dia bertindak seakan-akan "Yang penting gue seneng, kerjaan beres, bodo amat sama lo". Tapi nggak ngaruh apa-apa. Jadi gue berusaha tenang, bekerja dengan baik, sebaik mungkin, dan mencoba sabar.

Lama-lama dia jadi lumayan baik lho smaa gue. Dia jadi lebih peduli, suka nanyain ada yang kelewat atau nggak, kerjaan apa yang bisa dibagi dikerjain, dan sebagainya dan sebagainya. Hingga puncaknya tadi pagi.

Ceritanya gue lagi panik sepanik paniknya umat karena sesuatu bernama artikel. Team yang lain minta team gue bikin sebuah artikel, dan ada satu orang yang sama sekali nggak pernah dateng kumpul, dan dia menawarkan diri membuat artikel. Gue udah seneng banget bukan seneng aja ada yang mau bikin artikel. Si orang tersebut minta iin liburan dulu seminggu, gue persilakan karena deadlinenya masih sebulan dari hari kami SMS-an. 

Setelah itu, gue SMS si mbak tersebut berkali-kali, ampe 6x, dan gak pernah dibales. Sh*t just got real, gue mau mati, si team lain udah nagihin terus sampe akhirnya team itu nyerah dan bilang "Lo aja yang bikin, Wi."

Baiklah, gue berpikir gue aja yang bikin. Masalahnya kerjaan gue nggak cuma ngurusin artikel doang, ada hal-hal lain yang harus gue kerjakan. Akhirnya setelah mimpi ala inception keguling-guling di bukit dan mimpi bikin teks orasi danlap, gue terbangun dan memutuskan kalo gue aja yang harus bikin artikel *iya ini ga nyambung emang*.

Terus gue SMS si doi dan menceritakan apa yang terjadi dan bagaimana solusi yang gue tawarkan. Dia setuju. Sampe sini gue biasa aja. Kemudian dia nanyain soal satgas sesuatu yang eamng lagi nge hits banget di kampus, dan dia minta anak-anak dari team kami buat ikutan jadi satgas. Yang bales cuma satu orang, dan dia gamau kalo sendiri.

Lalu percakapan 1 SMS ini, mampu membuat gue sangat-sangat-sangat seneng banget bukan seneng aja.

Gue : Tadi katanya si A sama si B mau jadi satgas.Aku mau sih sebenernya tapi gakuat euy mikir gituan mah beraaaat.

Doi : Udah lah jangan kamu terus kasian tuuuhhh.

Gue : *Speechless*

Iya mungkin ini berlebihan, gue harus berkoar-koar sampe tangan kapalan cuma buat menceritakan sebuah SMS yang berisi tujuh kata doang. Tapi lo semua harus tau kalo membuat orang dari supercuekduaribuduabelas dan super moody, super mager syululu sampe bisa peduli sama partner kerjanya dan sadar akan kebutuhan gue untuk beristirahat itu memakan waktu enam bulan saaaaajah loh. Lumayan bentar ya, bisa buat nanem jagung dua musim. 

Apa yang sebenernya ingin gue katakan dalam superlongpost aneh ini adalah, kalo kita harus sabar dan melakukan apapun secara total. Jangan setengah-setengah. Segala sesuatu gak enak kalo cuma setengah-setengah, kecuali telor setengah mateng.

Sok bijak ya gue? 

Bodo amat. Gue ingin menunjukkan kalo papun bisa terjadi. Keajaiban alam itu ada. Sailormoon aja percaya. Aku aja mempercayainya.

Masa kamu nggak? :)

Hari selasa, 26 Juni 2012, tepat seminggu yang lalu. 

Menurut jadwal yang sudah direncanakan secara asal, harusnya selasa minggu kemaren gue berenang bersama sobat gue tercinta, kita sebut saja dia 4L. Kami udah merencanakan hal tersebut dari jauh-jauh hari,  tapi di hari H, semuanya gagal.

Kenapa rencana berhari-hari tersebut bisa gagal? Tidak lain dan tidak bukan karena 4L sedang galau.

Kita skip bagian kenapa dia galau karena itu sebenernya bukan urusan kita, dan hap, kita melompat ke sore hari, jam 4 sore. Selesai ngumpul mektum dan bikin layout-layoutan buat opening OSKM, gue meluncur ke warung sushi ijo, tempat gue dan 4L janjian. Sebenernya warung sushi ijo ini punya nama. Namanya Wazzabe. Terdengar kayak anak Jepang berusaha menjadi anak gaul Amerika masa kini dan mengucapkan Wazzaaaab ke temannya. Oke, lupakan. Wazzabe terletak di jalan Riau, deket perempatan KFC Riau. Gue harus nunggu samil berdiri selama 4 musim buat dapet angkot ke sana. Oke ini lebay, tapi serius, angkot margahayu menuju Wazzabe selalu penuh. Akhirnya setelah perjuangan mendaki gunung lewati lembah dan nyaris mati bediri karena kelamaan nunggu angkot, gue sampe di Wazzabe. Tempatnya enak, warna tembok dan furniture-nya didominasi ijo (makanya gue bilang warung sushi ijo) ditambah Mas-Masnya juga ramah. Karena 4L belom dateng, gue memutuskan untuk kembali mengerjakan kerjaan opening.

Setengah jam kemudian laptop gue yang batrenya emang udah soak mulai meraung-raung minta dicharge. Tepat saat gue mau pindah, 4L nongol. Mukanya kusut, rambutnya rapi. Pasti dia galau terus nyalon.

"Ayo dooong senyuuuuum!" Kalimat pertama yang gue teriakin depan mukanya. Dia cuma senyum bentar terus lemes lagi.

"Gue nggak bisa makan nih nggak tau dari kapan." Kemudian gue jadi tau alasan sebenernya kenapa dia terlihat lemes.

Selesai menghabiskan beberapa porsi sushi (sekitar 2 atau 3, lupa gue) keluarlah pertanyaan khas 4 L "Dari sini kita mau kemana?" yang artinya ada sesi makan lagi setelah itu. Dan pilihan jatuh kepadaaaa *drumroll* KFC RIAU!

Super random tiba-tiba kami pengen makan di sana. keluar dari sushi ijo (setelah bayar tentunya. tadinya gue berniat kabur, tapi penghuni sushi ijo cuma gue sama 4L. nggak mungkin kami kabur. apalagi kami duduk dua meter dari kasir.) kami naik mobilnya 4L. Kebetulan hari itu dia bawa mobil. Bukan, dia bukan kayak hulk gotong-gotong mobil kemudian menaruh mobilnya di mana aja. Dia nyetir mobil. 

Jalanan lumayan padet sampai kami harus muter buat masuk ke KFC riau yang cuma tinggal ngesot dari sushi ijo. Nyampe KFC riau pun parkiran padat. Untungnya ada Mas-Mas dengan kacamata bergagang putih bermobil sedan keluar dari parkiran. Pas ngeliat Mas-Mas tersebut gue refleks bernyanyi aku nggak kuat sama playboy playboy, nggak tau kenapa. sepertinya efek kacamatanya.

Masuk ke dalam KFC, penuh. Ternyata, ada bocah unyu yang lagi ulang tahun. Gue hampir ikut bernyanyi happy birthday dan mengambil paketan snack plus balon kalo aja 4L nggak menarik gue keluar untuk mencari tempat makan lain.

"Gue lagi galau! Gue butuh suasana sepi dan suram! Kenapa malah ada yang ulang tahun?!"

Keputusan selanjutnya, kami akan makan di suatu tempat di Progo. Keputusan terkuat di Tokyo Connection.

Kebetulan hari itu persib baru beres main. Untungnya menang. Konvoi naik motor, angkot, dan truk tumpah ruah di jalan. Jalan riau yang emang dekat dengan stadion Siliwangi tempat sobi-sobi persib berkumpul sudah pasti ikutan penuh. Pas lagi nyetir di jalan riau, gue dan 4L nyetir tepat dibelakang truk berisi sobi-sobi persib yang joget-joget. Meleset satu senti tuh sobi bisa kebanting ke kap mobil kita. 

"ANJIR ANJIR NANAONAN IEU KENAPAH NGELAMBAT WOY ANJIR AING SIEUN!"

4L panik karena laju truk di depannya melambat, dengan posisi kami tepat berada di belakang truk overload manusia tersebut. Ternyata lampu merah. Refleks 4L banting setir ke kanan, masuk ke pom bensin. mendingan muter dulu daripada kena resiko kap mobil ketimpa sobi persib yang lagi joget asoy sambil jerit-jerit.

Habis muter di pom bensin? Ya kami keluar lagi, masuk lagi ke jalan, yang ternyata mobil-mobilnya masih nggak gerak karena masih lampu merah. Truk persib ada dua mobil did epan kami. Aman, nggak akan ketimpa.

Lalu hening di mobil. 4L menceritakan sedikit kegalauannya, kemudian dia berkata seeprti ini.

"Tadi pas mau nyetir ke Sushi ijo aing pusing."

"Kenapa? Gara-gara belom makan?"

"Hm... nggak."

Karena merasa semuanya baik-baik saja yasudah gue diam. tiba-tiba...

"Tadi sebelom nyetir gue minum Martini dua shot."

Buset. 

Sebenarnya minum segitu nggak bakalan bikin 4L mabok. Tapi karena punya pengalaman buruk pernah disetirin orang mabok dan nyaris nabrak pohon, otomatis gue panik.

"ANJIIIIIIIIR GUE GABISA NYETIR MOBIL MATIC!"

"Santai, santai, gue nggak apa-apa."

"Serius laaaah!"

"Serius..." Kemudian dia pura-pura pingsan, dan gue menjerit seperti anak kecil kejepit pintu.

Kemudian kami sampai, makan, dan cerita-cerita galau. Di tengah-tengah cerita kemudian dia bilang

"Ah kenapa juga gue mesti galau, orang lo sama yang lain udah ngehibur gue. Gue nggak seharusnya galau. Maaf ya, kalian temen-temen yang baik."

"Aaah gapapa, gapapa."

"Eh terus lo gimana sama si doi?"

Gue tertawa sebentar, kemudian wajah gue menggalau.

"Sedih nih gue ditinggal."

"BARU DITINGGAL KP, BELOM DITINGGAL KAWIN!"

Ya, 4L galau karena ditinggal kawin gebetannya. Dan kami semua, teman-temannya, berusaha menghibur dia. Tapi gagal. 

Selama janur kuning belum melengkung di depan rumah, dia milik siapapun. Tapi setelah janur kuning melengkung... susah sob.

Seminggu kemudian, hari ini, 4L masih galau, tapi tidak segalau minggu kemarin. Seenggaknya dia sudah bisa  menanggapi semua hal dengan candaan khasnya.

"Lo tau nggak, si kampret itu tadi check in lewat foursquare, masuk ke timeline twitter gue."

"Oh iya, check in di mana dia?"

"RUMAH MERTUA!"

Di hari pelantikan gue jadi BP, tepat saat gue mau disumpahin diambil sumpah, seorang senior duduk di depan tempat gue berdiri sambil senyum kemudian menanggapi komentar seorang alumni soal pentingnya berjanji, bersumpah dengan mengucapkan serentetan kalimat panjang di bawah kitab suci.

Kakak tersebut menatap gue sambil berkata